Gerimis. Aku lupa itu pukul berapa,
tapi aku buru-buru. Jalanan macet. Klakson kendaraan dibunyikan dari mana-mana.
Kesibukan sore hari, jam pulang kantor biasanya jadi waktu yang tepat untuk aku
beraksi. Tapi hari ini aku buru-buru.
“Hei, Bayu! Dua ditambah dua berapa,
ha?” Aku kenal suara itu. Pria yang selalu mengejekku. Sambil tertawa, Bang
Naga selalu mengolok-olokku. Hal yang biasa. Lantas teman yang lain juga ikut
serta.
“Hei, Bayu! Buru-buru sekali kau.
Duduklah dulu, bagi kami cerita dari dompet-dompet curianmu.” Kali ini Bancet
yang bicara. Dia sama saja, suka mengolok-olokku. Tapi laki-laki itu tidak tau
malu, setelah mengolok-olokku, ia rampas hasil copetanku. Bilangnya pinjam,
tapi sebulan dua bulan, lupa. Lantas pinjam lagi. Begitu saja seterusnya,
sampai aku juga ikut lupa.