UA-64251474-1

Jumat, 15 Januari 2016

Pojok PKM Pemus 2015: Sebab Mereka Juga Berorganisasi


source google.com

Apa yang kalian kenal dari sosok Mohammad Hatta? Sebagai warga negara Indonesia yang pernah sekolah atau tidak, pasti tahu, Beliau adalah wakil presiden pertama Indonesia. Kalau pernah lulus Sekolah Dasar setidaknya tahu beliau adalah Bapak Koperasi Indonesia dan Bapak Proklamator Indonesia. Nah, kalau sudah jadi mahasiswa, apa yang kalian kenal dari sosok beliau? 

Beliau adalah orang yang namanya ada dalam teks proklamasi indonesia, disebutkan bersama-sama dengan nama Bung Karno. Beliau adalah yang namanya disebutkan bersama-sama dengan Bung Karno dan diabadikan sebagai nama salah satu Bandar Udara di Indonesia. Atau beliau adalah mereka yang selalu kita rindukan kehadirannya di dompet, sebagai pelengkap Soekarno dalam pecahan uang seratus ribuan.

Tapi pernah tidak, mahasiswa mengenalnya sebagai sosok yang bisa dijadikan inspirasi para intelegensia? Inspirasi bagi para pemuda, mahasiswa seperti kita. Mengenalnya seperti mengenal BJ Habibie yang bisa membuat pesawat dan memiliki kisah percintaan yang mengharukan. Atau mengenalnya seperti mengenal Dahlan dan sepatunya. 
Dan tahukah mahasiswa, beliau adalah orang yang sangat disiplin dan berpendirian. Beliau adalah sosok yang terus maju dengan pendidikannya namun tidak pernah lupa untuk aktif memperjuangkan kemerdekaan bangsa. Kepada mahasiswa, harusnya beliau bisa dikenal lebih dari sebuah nama.
Saya pribadi amat mengidolakan tokoh satu ini atau lebih tepatnya saya selalu mengidolakan tokoh-tokoh pinggiran yang dikenal masyarakat sebagai pendukung, pendamping, atau ya, pelengkap saja. Tapi di balik apa yang dikenal oleh masyarakat umum, mereka tokoh-tokoh pinggiran ini, ternyata punya alasannya sendiri untuk terus bangga dengan perannya.

Berbeda dengan mahasiswa sekarang yang selalu ingin dikenal luas. Yang pada umumnya berprestasi dan membuat karya untuk mengabadikan dirinya. Kalau hanya menjadi pelengkap rasa, ya sudahlah, tinggalkan saja, banyak tempat yang akan menjadikan kita nomor 1 bukan 2. 

Bayangkan saja kalau dulu Bung Hatta sudah berpikiran demikian, beliau memilih pekerjaan yang ditawarkan Belanda, dan pasti Beliau tidak akan hanya menyimpan potongan iklan sepatu Bally hingga akhir hayatnya. Tapi begitulah Beliau, sosok bersahaja yang dikenal tidak mau bekerja sama dengan Belanda. Dan tetap menjaga pendirian walau semasa pensiunnya, Beliau bahkan tidak mampu membayar tagihan listrik rumahnya. 

Setahun yang lalu saya menyadari sesuatu yang kemudian membawa saya untuk mengagumi Bung Hatta. Bahwa melengkapi sesuatu bukan berarti kita hidup dalam bayang-bayang sosok yang terlengkapi. Bung Hatta yang mendampingi Sukarno dengan prinsipnya dan mengajarkan kedisiplinan kepada rakyatnya. 

Sementara fenomena mahasiswa yang saya pahami sekarang, adalah mereka yang terlalu menutup diri. Yang susah untuk diajak lebih berkembang lagi. Sudah agak lupa kalau perjuangan kemerdekaan Indonesia terjadi bukan hanya karena pendidikan tinggi dan prestasi, tapi juga karena mereka mau berorganisasi. Yang  bicaranya bukan “Saya begini, mau bagaimana lagi” tapi “Saya begini dan akan berusaha menjadi begitu”. Mahasiswa saat ini harus (kembali) meneladani sosok Bung Hatta, jangan mau hanya mengenalnya dari selembar uang seratus ribuan atau dari nama salah satu Bandar Udara saja. 

Dari sana kita musti paham, bahwa kamu perlu aktif untuk bisa berprestasi. Zona nyaman hanya membuat kita ketinggalan lebih banyak moment berharga. Seperti Bung Hatta yang mengajarkan pada kita untuk terus aktif sebagaimana sajak Rene de Clerq yang pernah dikutip oleh Beliau bahwa “Hanya ada satu negeri yang bisa menjadi tanah airku. Yaitu negeri yang berkembang karena perbuatan, dan perbuatan itu adalah perbuatanku.”  Tetap Berpikir Medeka!

*Pojok PKM kedua saya di Tabloid Teknokra 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar