source google.com |
Apa yang kalian kenal dari sosok Mohammad Hatta? Sebagai
warga negara Indonesia yang pernah sekolah atau tidak, pasti tahu, Beliau
adalah wakil presiden pertama Indonesia. Kalau pernah lulus Sekolah Dasar
setidaknya tahu beliau adalah Bapak Koperasi Indonesia dan Bapak Proklamator
Indonesia. Nah, kalau sudah jadi mahasiswa, apa yang kalian kenal dari sosok
beliau?
Beliau adalah orang yang namanya ada dalam teks proklamasi
indonesia, disebutkan bersama-sama dengan nama Bung Karno. Beliau adalah yang
namanya disebutkan bersama-sama dengan Bung Karno dan diabadikan sebagai nama
salah satu Bandar Udara di Indonesia. Atau beliau adalah mereka yang selalu
kita rindukan kehadirannya di dompet, sebagai pelengkap Soekarno dalam pecahan
uang seratus ribuan.
Tapi pernah tidak, mahasiswa mengenalnya sebagai sosok yang
bisa dijadikan inspirasi para intelegensia? Inspirasi bagi para pemuda,
mahasiswa seperti kita. Mengenalnya seperti mengenal BJ Habibie yang bisa
membuat pesawat dan memiliki kisah percintaan yang mengharukan. Atau
mengenalnya seperti mengenal Dahlan dan sepatunya.
Saya pribadi amat mengidolakan tokoh satu ini atau lebih
tepatnya saya selalu mengidolakan tokoh-tokoh pinggiran yang dikenal masyarakat
sebagai pendukung, pendamping, atau ya, pelengkap saja. Tapi di balik apa yang
dikenal oleh masyarakat umum, mereka tokoh-tokoh pinggiran ini, ternyata punya
alasannya sendiri untuk terus bangga dengan perannya.
Berbeda dengan mahasiswa sekarang yang selalu ingin dikenal
luas. Yang pada umumnya berprestasi dan membuat karya untuk mengabadikan
dirinya. Kalau hanya menjadi pelengkap rasa, ya sudahlah, tinggalkan saja,
banyak tempat yang akan menjadikan kita nomor 1 bukan 2.
Bayangkan saja kalau dulu Bung Hatta sudah berpikiran
demikian, beliau memilih pekerjaan yang ditawarkan Belanda, dan pasti Beliau
tidak akan hanya menyimpan potongan iklan sepatu Bally hingga akhir hayatnya.
Tapi begitulah Beliau, sosok bersahaja yang dikenal tidak mau bekerja sama dengan
Belanda. Dan tetap menjaga pendirian walau semasa pensiunnya, Beliau bahkan
tidak mampu membayar tagihan listrik rumahnya.
Setahun yang lalu
saya menyadari sesuatu yang kemudian membawa saya untuk mengagumi Bung Hatta.
Bahwa melengkapi sesuatu bukan berarti kita hidup dalam bayang-bayang sosok
yang terlengkapi. Bung Hatta yang mendampingi Sukarno dengan prinsipnya dan
mengajarkan kedisiplinan kepada rakyatnya.
Sementara fenomena mahasiswa yang saya pahami sekarang,
adalah mereka yang terlalu menutup diri. Yang susah untuk diajak lebih
berkembang lagi. Sudah agak lupa kalau perjuangan kemerdekaan Indonesia terjadi
bukan hanya karena pendidikan tinggi dan prestasi, tapi juga karena mereka mau
berorganisasi. Yang bicaranya bukan “Saya
begini, mau bagaimana lagi” tapi “Saya begini dan akan berusaha menjadi begitu”.
Mahasiswa saat ini harus (kembali) meneladani sosok Bung Hatta, jangan mau
hanya mengenalnya dari selembar uang seratus ribuan atau dari nama salah satu
Bandar Udara saja.
Dari sana kita musti paham, bahwa kamu perlu aktif untuk
bisa berprestasi. Zona nyaman hanya membuat kita ketinggalan lebih banyak
moment berharga. Seperti Bung Hatta yang mengajarkan pada kita untuk terus
aktif sebagaimana sajak Rene de Clerq yang pernah dikutip oleh Beliau bahwa
“Hanya ada satu negeri yang bisa menjadi tanah airku. Yaitu negeri yang
berkembang karena perbuatan, dan perbuatan itu adalah perbuatanku.” Tetap Berpikir Medeka!
*Pojok PKM kedua saya di Tabloid Teknokra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar