UA-64251474-1

Kamis, 13 Oktober 2016

Cerpen: Dari Dalam Dompet Ibu

Gerimis. Aku lupa itu pukul berapa, tapi aku buru-buru. Jalanan macet. Klakson kendaraan dibunyikan dari mana-mana. Kesibukan sore hari, jam pulang kantor biasanya jadi waktu yang tepat untuk aku beraksi. Tapi hari ini aku buru-buru.

“Hei, Bayu! Dua ditambah dua berapa, ha?” Aku kenal suara itu. Pria yang selalu mengejekku. Sambil tertawa, Bang Naga selalu mengolok-olokku. Hal yang biasa. Lantas teman yang lain juga ikut serta.
“Hei, Bayu! Buru-buru sekali kau. Duduklah dulu, bagi kami cerita dari dompet-dompet curianmu.” Kali ini Bancet yang bicara. Dia sama saja, suka mengolok-olokku. Tapi laki-laki itu tidak tau malu, setelah mengolok-olokku, ia rampas hasil copetanku. Bilangnya pinjam, tapi sebulan dua bulan, lupa. Lantas pinjam lagi. Begitu saja seterusnya, sampai aku juga ikut lupa.

Baram, Alkohol tradisional Asal Kalimantan

Dok. Eits, jangan salah fokus, Baram yang di botol bukan di
baskom.

Hai, Gaes! Lama tak bersua dan tiba-tiba datang dengan sebongkah berlian *hush* maksudnya bahasan yang agak ekstrim dikit. Hehe. Jadi ini adalah sepenggal cerita setahun lalu dari Kalimantan yang baru sempat ditulis. *Author cari alasan, padahal dia males*.

Oke, kita mulai dari sini. Kalian tau Tuak? Sepertinya ini jenis minuman tradisional yang dikenal dimana-mana a.k.a paling populer. Weit, sebelumnya saya mau meluruskan dulu, ini bukan artikel kampanye tentang minum minuman beralkohol atau sejenisnya, melainkan hanya sebuah kisah yang dibagi, sebatas pengetahuan umum saja, toh ternyata ini adalah warisan budaya Indonesia. Dan mengingat remaja-remaja masa kini lebih mengenal minuman beralkohol asal negeri gingseng dibandingkan dari dalam negeri sendiri.