Dok. Eits, jangan salah fokus, Baram yang di botol bukan di baskom. |
Hai, Gaes! Lama tak bersua dan tiba-tiba datang dengan
sebongkah berlian *hush* maksudnya bahasan yang agak ekstrim dikit. Hehe. Jadi
ini adalah sepenggal cerita setahun lalu dari Kalimantan yang baru sempat
ditulis. *Author cari alasan, padahal dia males*.
Oke, kita mulai dari sini. Kalian tau Tuak? Sepertinya ini
jenis minuman tradisional yang dikenal dimana-mana a.k.a paling populer. Weit, sebelumnya saya mau meluruskan
dulu, ini bukan artikel kampanye tentang minum minuman beralkohol atau sejenisnya,
melainkan hanya sebuah kisah yang dibagi, sebatas pengetahuan umum saja, toh
ternyata ini adalah warisan budaya Indonesia. Dan mengingat remaja-remaja masa
kini lebih mengenal minuman beralkohol asal negeri gingseng dibandingkan dari
dalam negeri sendiri.
Foto-foto dokumentasi pribadi. Btw, saya lupa yang namanya Baram ini yang dipegang cewek-cewek ini atau di botol yang ada di foto sebelumnya. Atau dua-duanya itu Baram ya? Hm...? |
Lanjut, Gaes. Jadi sebelum tahun lalu saya ikut pendakian di
Bukit Raya melalui Jalur Kalimantan Tengah, saya nggak pernah dengar yang namanya Baram. Saya pikir Baram itu
semacam makanan legit yang kalau diemut langsung nyes di lidah itu, khas Jawa. Haha,
ya, ya, kalian benar, itu Brem ternyata. Hahaa. Mirip kan namanya, wajarlah
kalo saya pangling antara keduanya.
Jadi sewaktu ditawari Baram saya manggut-manggut saja, wong saya belum liat wujudnya. Nah, pas
yang dibawakan justeru segelas air berwarna putih macam susu tapi tidak kental
dan masih ada seteko lagi, baru deh saya sadar, yang ditawarkan tadi bukan
Brem, tapi Baram, minuman yang di dalam teko itu.
Baram ini merupakan minuman khas di Kalimantan. Waktu itu
kami bertemu minuman ini di Desa Tumbang Manggu dimana masyarakatnya adalah
suku Dayak Nganju yang mayoritas beragama Kristen dan Hindu Kharingan. Kalau
jumlah muslimnya saya lupa tanya, tapi kalau kalian muslim dan ingin berkunjung
ke sana, jangan sungkan, ada masjidnya juga kok di sana. Dan mereka adalah
orang-orang yang ramah.
Menurut Syaer Sua, budayawan masyarakat setempat, minuman
ini biasa diberikan kepada tamu-tamu yang datang ke sana dan juga disajikan di setiap
acara adat. Secamam sekapur sirih yang selalu ada di setiap tarian persembahan
Siger Pengunten khas Lampung, minuman ini juga disertai dengan tarian manasai
*ini nanti dibahas di lain kesempatan ya*. Biasanya dalam prosesi acara adat,
misalnya ada kawinan, persembahan, atau acara semacam pendakian ini, masyarakat
menikmati Baram hingga larut malam. Singkat cerita, Baram ini sudah menjadi
bagian dari budaya masyarakat setempat. Nggak
ada Baram, Nggak asyik. Semacam
itulah... .
Masih menurut Pak Syaer Sua, minuman ini dibuat dari
fermentasi air beras. Beras yang difermentasi, hingga beraroma wangi dan manis,
diperas dan diambil airnya. Inilah yang namanya Baram. Nah, sama kan dengan
Soju-nya orang Korea yang sering muncul di drama atau film-film Korea. Tapi
sayangnya Baram jarang sekali digunakan untuk menggambarkan orang-orang Kalimantan
ini di dalam karya-karya anak bangsa. Selain karena gak mungkin dipakai di
Sinetron karena yang nonton sinetron Indonesia rata-rata anak-anak, mungkin
juga karena faktor agama. Tapi kalau Film mungkin boleh ya, kan rating
penontonnya jelas tuh. Hehe.
Rasa Baram ini katanya yang nyicip, manis. Manis-manis kayak ada cola-nya gitu, katanya. Saya
sih nggak nyicip sendiri tapi kalau saya bayangkan, rasanya semacam air tape
yang dicampur sprite kali ya? Haha,
itu sih bikin mabok *baca: muntah
atau keracunan. Bayangkan, alkohol dicampur soda. Kan melembung perutnya. Haha*.
Ngomong-ngomong soal mabok, kan identik tuh kalau
minum-minum biasanya sampai mabok. Kalau peserta pendakian yang nyicip, rata-rata mereka cuma nyeruput
aja, atau yang biasa minum tuak, ada yang habis segelas kecil. Jadi, ceritanya
ada peserta bule, dari Australia. Namanya disamarkan dan Dia perwakilan salah
satu media, sama seperti saya. Menurut cerita yang ikut begadang malam itu, Dia
ini bilang kalau minum alkohol sudah biasa buatnya. Di negara asalnya, ia dan
kawan-kawannya biasa minum minuman beralkohol. Eh, nggak taunya, entah itu benar atau enggak, tapi Dia tepar setelah habis 2 gelas seukuran gelas air
mineral. Dan paginya Si Dia berakhir jadi bahan cerita sana sini. Hahaha.
Baiklah, semua orang akan memandang artikel saya ini dari
berbagai sudut pandang. Saya sepenuhnya pahami itu. Kalau ada yang merasa
artikel ini terkesan mengampanyekan Baram, tolong beritahu saya. Mungkin saya
akan perbaiki tergantung masukannya.
Dan terlepas dari fakta beberapa waktu yang lalu *udah lama
sih* tentang perizinan perdagangan minuman keras di Indonesia yang di tolak masyarakat
dengan alasan tidak sesuai dengan kebudayaan Indonesia, saya tidak bermaksud
untuk membela pihak penjual atau pembuat peraturan. Di sini saya memberikan
satu dari sekian banyak minuman tradisional Indonesia yang sudah menjadi budaya
di negeri ini. Jadi sebenarnya minuman beralkohol ini bukan dibawa oleh
drama-drama atau film-film korea, dorama-dorama atau anime jepang, atau film-film
barat, melainkan Indonesia sendiri punya budayanya. Tapi sayangnya kalah pamor
dengan jenis yang dipopulerkan acara-acara di atas. Masyarakat Indonesia bahkan
lebih familiar dengan Sake, Soju, Vodka, dll.
Walaupun kita bukan bagian dari yang menikmatinya secara
hariah, cukuplah kita menikmati keberagaman ini. Ah, indahnya perbedaan...
Ahaaaaiiii :D
(Di lain kesempatan akan saya ceritakan tentang
pendakiannya, dan juga sungai-sungai jernih serta udara yang segar di sana.
Juga tentang ritual-ritual budaya yang banyak unsur magis sebelum pendakian.)
See ya, Gaes...!
~R~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar