UA-64251474-1

Kamis, 13 Oktober 2016

Baram, Alkohol tradisional Asal Kalimantan

Dok. Eits, jangan salah fokus, Baram yang di botol bukan di
baskom.

Hai, Gaes! Lama tak bersua dan tiba-tiba datang dengan sebongkah berlian *hush* maksudnya bahasan yang agak ekstrim dikit. Hehe. Jadi ini adalah sepenggal cerita setahun lalu dari Kalimantan yang baru sempat ditulis. *Author cari alasan, padahal dia males*.

Oke, kita mulai dari sini. Kalian tau Tuak? Sepertinya ini jenis minuman tradisional yang dikenal dimana-mana a.k.a paling populer. Weit, sebelumnya saya mau meluruskan dulu, ini bukan artikel kampanye tentang minum minuman beralkohol atau sejenisnya, melainkan hanya sebuah kisah yang dibagi, sebatas pengetahuan umum saja, toh ternyata ini adalah warisan budaya Indonesia. Dan mengingat remaja-remaja masa kini lebih mengenal minuman beralkohol asal negeri gingseng dibandingkan dari dalam negeri sendiri.

Foto-foto dokumentasi pribadi.
Btw, saya lupa yang namanya Baram ini yang dipegang
cewek-cewek ini atau di botol yang ada di foto sebelumnya.
Atau dua-duanya itu Baram ya? Hm...?
Lanjut, Gaes. Jadi sebelum tahun lalu saya ikut pendakian di Bukit Raya melalui Jalur Kalimantan Tengah, saya nggak pernah dengar yang namanya Baram. Saya pikir Baram itu semacam makanan legit yang kalau diemut langsung nyes di lidah itu, khas Jawa. Haha, ya, ya, kalian benar, itu Brem ternyata. Hahaa. Mirip kan namanya, wajarlah kalo saya pangling antara keduanya.

Jadi sewaktu ditawari Baram saya manggut-manggut saja, wong saya belum liat wujudnya. Nah, pas yang dibawakan justeru segelas air berwarna putih macam susu tapi tidak kental dan masih ada seteko lagi, baru deh saya sadar, yang ditawarkan tadi bukan Brem, tapi Baram, minuman yang di dalam teko itu.

Baram ini merupakan minuman khas di Kalimantan. Waktu itu kami bertemu minuman ini di Desa Tumbang Manggu dimana masyarakatnya adalah suku Dayak Nganju yang mayoritas beragama Kristen dan Hindu Kharingan. Kalau jumlah muslimnya saya lupa tanya, tapi kalau kalian muslim dan ingin berkunjung ke sana, jangan sungkan, ada masjidnya juga kok di sana. Dan mereka adalah orang-orang yang ramah.

Menurut Syaer Sua, budayawan masyarakat setempat, minuman ini biasa diberikan kepada tamu-tamu yang datang ke sana dan juga disajikan di setiap acara adat. Secamam sekapur sirih yang selalu ada di setiap tarian persembahan Siger Pengunten khas Lampung, minuman ini juga disertai dengan tarian manasai *ini nanti dibahas di lain kesempatan ya*. Biasanya dalam prosesi acara adat, misalnya ada kawinan, persembahan, atau acara semacam pendakian ini, masyarakat menikmati Baram hingga larut malam. Singkat cerita, Baram ini sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat setempat. Nggak ada Baram, Nggak asyik. Semacam itulah... .

Masih menurut Pak Syaer Sua, minuman ini dibuat dari fermentasi air beras. Beras yang difermentasi, hingga beraroma wangi dan manis, diperas dan diambil airnya. Inilah yang namanya Baram. Nah, sama kan dengan Soju-nya orang Korea yang sering muncul di drama atau film-film Korea. Tapi sayangnya Baram jarang sekali digunakan untuk menggambarkan orang-orang Kalimantan ini di dalam karya-karya anak bangsa. Selain karena gak mungkin dipakai di Sinetron karena yang nonton sinetron Indonesia rata-rata anak-anak, mungkin juga karena faktor agama. Tapi kalau Film mungkin boleh ya, kan rating penontonnya jelas tuh. Hehe.

Rasa Baram ini katanya yang nyicip, manis. Manis-manis kayak ada cola-nya gitu, katanya. Saya sih nggak nyicip sendiri tapi kalau saya bayangkan, rasanya semacam air tape yang dicampur sprite kali ya? Haha, itu sih bikin mabok *baca: muntah atau keracunan. Bayangkan, alkohol dicampur soda. Kan melembung perutnya. Haha*.

Ngomong-ngomong soal mabok, kan identik tuh kalau minum-minum biasanya sampai mabok. Kalau peserta pendakian yang nyicip, rata-rata mereka cuma nyeruput aja, atau yang biasa minum tuak, ada yang habis segelas kecil. Jadi, ceritanya ada peserta bule, dari Australia. Namanya disamarkan dan Dia perwakilan salah satu media, sama seperti saya. Menurut cerita yang ikut begadang malam itu, Dia ini bilang kalau minum alkohol sudah biasa buatnya. Di negara asalnya, ia dan kawan-kawannya biasa minum minuman beralkohol. Eh, nggak taunya, entah itu benar atau enggak, tapi Dia tepar setelah habis 2 gelas seukuran gelas air mineral. Dan paginya Si Dia berakhir jadi bahan cerita sana sini. Hahaha.

Baiklah, semua orang akan memandang artikel saya ini dari berbagai sudut pandang. Saya sepenuhnya pahami itu. Kalau ada yang merasa artikel ini terkesan mengampanyekan Baram, tolong beritahu saya. Mungkin saya akan perbaiki tergantung masukannya.

Dan terlepas dari fakta beberapa waktu yang lalu *udah lama sih* tentang perizinan perdagangan minuman keras di Indonesia yang di tolak masyarakat dengan alasan tidak sesuai dengan kebudayaan Indonesia, saya tidak bermaksud untuk membela pihak penjual atau pembuat peraturan. Di sini saya memberikan satu dari sekian banyak minuman tradisional Indonesia yang sudah menjadi budaya di negeri ini. Jadi sebenarnya minuman beralkohol ini bukan dibawa oleh drama-drama atau film-film korea, dorama-dorama atau anime jepang, atau film-film barat, melainkan Indonesia sendiri punya budayanya. Tapi sayangnya kalah pamor dengan jenis yang dipopulerkan acara-acara di atas. Masyarakat Indonesia bahkan lebih familiar dengan Sake, Soju, Vodka, dll. 

Walaupun kita bukan bagian dari yang menikmatinya secara hariah, cukuplah kita menikmati keberagaman ini. Ah, indahnya perbedaan... Ahaaaaiiii :D

(Di lain kesempatan akan saya ceritakan tentang pendakiannya, dan juga sungai-sungai jernih serta udara yang segar di sana. Juga tentang ritual-ritual budaya yang banyak unsur magis sebelum pendakian.)
See ya, Gaes...!


~R~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar