UA-64251474-1

Jumat, 15 Januari 2016

Pojok PKM Pemus Teknokra 2015: Dijajah Belanda?

Source image: google.com


Dalam buku sejarah semasa duduk di bangku sekolah dasar maupun sekolah menengah, tercatat masa penjajahan Belanda terhadap Indonesia selama 350 tahun. Bukankah itu sebuah angka sejarah yang fantastis bagi sebuah negara yang kini berdaulat? Sejarah yang begitu kelam hingga tercatat di setiap buku sekolah. Lantas kini muncul pertanyaan dalam benak saya, “Apa fungsinya mencantumkan angka besar itu dalam buku pelajaran?” 

Dalam sebuah mimipi, diri saya yang lain menjawab dengan bijak, “Itu untuk mengingatkan bangsamu bagaimana kalian terjajah hingga begitu lamanya.” Bagaimana bisa? Benar sekali. Setelah mimpi itu saya berpikir, bagaimana Indonesia bisa, sampai selama itu terjajah oleh kaum imperialisme belanda. Saya berpikir sangat lama. Padahal jawaban dasarnya ada dalam buku sejarah pula. Maklum, saya adalah satu di antara seluruh pelajar Indonesia yang tidur di kelas sejarah. 

Politik adu domba jika masih diingat oleh alumnus-alumus kelas sejarah semasa sekolah, merupakan cara yang digunakan pihak kolonial Belanda untuk memecah belah Bangsa Indonesia sehingga memunculkan rasa tidak saling percaya, rasa ingin saling menguasai. 

Seperti yang dituliskan Rudi Hartono, pemimpin redaksi berdikari.com (2012), Bung Karno selama berada dalam penjara kolonial Belanda, telah melakukan analisa terhadap strategi imperialisme yang meguasai Indonesia kala itu. Sistem inilah yang kemudian melahirkan politik divide et impera atau politik memecah belah. Menurut soekarno, imperialisme di mana saja, apapun bentuknya punya slogan yang sama: “Verdeelen heers”-Pecahkan dan kuasai!

Telisik ulang terhadap buku sejarah, tertulis Belanda menguasai Indonesia secara bertahap. Berawal pada daerah satu dan dilanjutkan pada daerah yang lainnya. Bukan malah jadi serakah untuk menguasai keseluruhan, melainkan bersabar pada usaha menguasai sedikit demi sedikit. Lantas melahirkan sebuah kekuasaan besar yang berlangsung begitu lama.

Sekarang, jika ditanya, masihkah Belanda berkuasa di tanah pertiwi, NKRI? Saya secara spontan hendak mengatakan “tidak”. Lantas siapa yang berkuasa atas perpecahan politik yang terjadi akhir-akhir ini. Belandakah? Atau orang pribumi sendiri?

Koar-koar mahasiswa yang hendak menggulingkan presiden, menggibarkan bendera di pinggiran setiap kota. Beramai-ramai menggoda media hingga berbusa. Lantas dibiarkan saja hingga muncul argumentasi media dibungkam imperialisme pemerintah. 

Kembali lagi pada sejarah yang belum sempat tercatat di buku sekolah, perselisihan KPK-Polri yang sungguh tiada aturan adabnya. Pejabat-pejabat negara saling menjatuhkan, berlomba-lomba mencari muka di depan rakyat jelata. Kasus-kasus lama yang mencuat tanpa diketahui dari mana sumbernya. Asal muncul dari mulut pejabat, rakyat yang maha tidak tahu segalanya hanya berusaha percaya pada sosok yang sempat meminta kepercayaannya.

Pertanyaan selanjutnya, dari mana kemudian mereka saling mengetahui belang sang lawan? Perbincangan singkat beberapa waktu silam dengan seorang manager layanan umum sebuah BUMN memberi saya sebuah jawaban singkat. Walaupun saya tak begitu paham akan kebenarannya, tetapi pihak asing selalu menjadi dalang kesewenang-wenangan. Sebagai warisan masa penjajahan kaum imperialisme, moral yang rendah bahwa kepercayaan di dalam hati dan pikiran rakyat indonesia: Bangsa penjajah lebih superior dibanding bangsa terjajah, berlaku pada saya dalam penarikan kesimpulan bahwa argumentasi awal peragraf ini adalah benar. Lantas bagaimana mereka (pihak asing) mengetahui belang tokoh perselisihan di dalam negeri? Untuk pertanyaan itu, saya tak tahu benar alasan untuk menjawabnya.

Diskusi yang singkat itu merujuk pada sebuah pemikiran bahwa pada dasarnya indonesia sendirilah yang tidak mau melepaskan diri dari pihak asing. Keterlibatan yang terlalu dalam, kemudian memunculkan perpecahan. Pihak yang saya sebut “asing” ini akan dengan berani memberi modal untuk mengungkapkan sebuah kebenaran di tanah pertiwi. Dalih ingin membantu menyelesaikan perkara justeru memperpelik urusan negara. Sebab, mereka tak akan rela jika Indonesia berhenti saling tidak percaya. Alih-alih menyelesaikan, justeru mereka akan meninggalkan situasi konflik yang semakin sulit dipadamkan.

Sebagai pelajar yang semasa belajarnya tidur di kelas sejarah, saya tak banyak bicara. Hanya satu saja sebuah tanya, “Apakah Indonesia masih dijajah Belanda?” Tetap Berpikir Merdeka! 

*Pojok PKM pertama saya untuk Tabloid Teknokra edisi 142 (kalau tidak salah). Tulisanku masih abal-abal. Critics are pleased. ^^

2 komentar:

  1. Kadang aku berpikir, Apakah kita sudah merdeka? Bukan Indonesia? Tapi kita sendiri?

    BalasHapus
  2. Kadang saya berpikir, apakah kita sudah merdeka? Bukan Indonesia? Tapu kita sendiri, sudahkah merdeka?

    BalasHapus