UA-64251474-1

Senin, 28 April 2014

Foto Budaya Bersarung di Lampung

Foto-foto ini pernah di muat di rubrik budaya dalam majalah berita Teknokra edisi Desember 2013. Ketika itu saya pergi ke pekon Penyandingan, Kecamatan Kelumbayan, Kabupaten Tanggamus, Lampung. Tempat yang sangat jauh dari Bandarlampung. Istilah saya, di balik bukit, ada bukit, bukit, bukit, bukit lagi, yang artinya ada begitu banyak bukit yang harus dilewati. Saya ikut rombongan dari geofisika saat itu. Kebetulan saya juga mahasisw geofisika yang saat itu sedang pengabdian masyarakat. Tak menyia-nyiakan kesempatan, saya mengambil kesempatan untuk meliput budaya buhinjang (bersarung) di daerah tersebut.



Di bawah ini adalah foto-foto yang berhasil saya abadikan.

Ini foto dokumentasi kegiatan yang di ambil di pasar setempat. Perhatikan, para Ibu-ibu di sana tidak luput dari kain sarungnya. Sungguh anggun dilihatnya. Mereka beramnggapan bahwa sebagai wanita akan merasa malu jika tidak mengenakan sarung. Rata-rata, masyarakat setempat mulai diajari memakai sarung sejak Sekolah Dasar. Seluruh Wanita di daerah tersebut dapat dipastikan memiliki banyak koleksi sarung di rumahnya.

Ini adlaah foto kakek dimana saya menumpang tinggal di sana. Dalam kesehariannya beliau pun mengenakan sarung bermotif sama dengan sarung-sarung pria pada umumnya.

Mereka adalah keluarga yang saya temukan selama di sana. Sebelah kiri adalah minan (Bibi), yang di tengah namanya Lina, dan yang sebelah kanan namanya Wati. Wati adalah gadis asli sunda yang merantau di daerah tersebut. Kedua orang tuanya dibesarkan dengan budaya dan bahasa sunda. Salutnya, selama Wati di Penyandingan, dirinya berhasil beradaptasi dengan budaya setempat yaitu mengenakan sarung untuk kesehariannya.

Ini adalah nenek yang saya temui di jalan, pagi hari sebelum berangkat pulang ke Bandarlampung. Nenek ini pulang dari pasar. Awal bertemu dengan sang nenek karena saya hanya sekedar jalan-jalan pagi, sembari menunggu teman-teman saya berkemas. Di jembatan antardesa ini saya bertemu sang nenek. 

Ingin rasanya ikut si nenek pulang ketika diajak mampir olehnya. Tapi sayang, pagi itu adalah pagi terakhir saya di sana.

Ini foto anak-anak desa penyandingan. Di sebelah kanan ada foto anak perempuan yang kebetulan terpotong. Ia mengenakan sarung. Di belakang anak-anak ini pun nampak seorang bapak yang keluar dnegan mengenakan sarung.

Ini adalah foto kakak sebelah rumah yang sedang mengasuh anak balitanya. Di belakangnya ada jemuran kain-kain sarung. Perlu diketahui, hampir di seluruh rumah pasti menjemur sarung setiap harinya. Itulah mengapa saya mengatakan setiap wanita di sana pasti memiliki koleksi sarung.


Ini foto teman-teman baruku seperti yang sudah dijelsakan sebelumnya.

Yosh, itu tadi ceritaku selama proses peliputan rubrik budaya di daerah penyandingan, Tanggamus, Lampung. Next, meskipun jalur perjalanan yang cukup melelahkan, tapi teman-teman harus berkunjung ke sana. Semuanya terbayar dengan pemandangan pegunungan yang sangat menentramkan.

Saa, jaa nee... ^o^//

2 komentar:

  1. Gan kakek sarung ini mirip seperti kakek saya dikampung

    BalasHapus
    Balasan
    1. Emang kampungnya di mana gan? Wah bisa kebetulan gitu ya?

      Hapus