UA-64251474-1

Rabu, 27 Januari 2016

Aku Adalah Ilmuan yang Menemukan Diriku!

Source: Sini
Seorang ilmuan tidak pernah berputus asa. Itu yang bisa kupelajari dari seorang ilmuan. Mencoba dan terus mencoba adalah kebutuhan baginya. Putus asa? Rasanya itu seperti jurang hampa bagi mereka. Ilmuan itu tidak kenal putus asa, itu yang kutahu. Thomas Alfa Edisson saja pernah melakukan kegagalan. Bahkan beliau melakukan 999 kegagalan dalam percobaannya. Tapi hasil kegigihannya? Bohlam lampu di kamarku, itu hasil dari sikap pantang menyerah Thomas. Dia berhasil menemukan bohlam lampu setelah melakukan 999 percobaan gagal, dan yang terakhir, percobaan yang ke-1000, dia berhasil. Perjuangan yang benar-benar pantang menyerah, bukan? Seperti dialah seharusnya aku.


Tidak seperti Thomas Alfa Edisson, aku bahkan hampir menyerah di percobaanku yang pertama. Kegigihanku untuk bisa mencapai percobaan ke-1000 seperti Thomas, terkikis hujan putus asa. Saat pertama kali menginjakkan kaki di SMA favorit, kelas favorit, semangatku begitu menggebu. Darah ’45
membakar semangatku. Bagaimana tidak? Menjadi salah satu siswa di kelas akselerasi menjadi salah satu kebanggaan, terutama untuk kedua orangtuaku. Semangat belajar dan bertahan adalah prioritasku saat itu. Mengecewakan orangtuaku, adalah jurang hampa yang tak terhitung dalamnya, bagiku.

Meskipun aku memiliki semangat belajar yang tinggi, tapi tetap saja, rasa putus asa selalu muncul dan berkembang tak tentu dalam diriku. Aku merasa terbebani. Aku merasa hidupku menjadi berat. Hidupku yang perlu kupertahankan, rasanya ingin kutinggalkan saja. Aku tidak mampu bertahan di akselerasi, begitulah pikirku saat itu. Pulang sore, banyak tugas, belum lagi ujian mental menghadapi kerasnya hidup di akselerasi. Bagaimanapun juga, kami harus lebih baik dari kelas lainnya. Nilai kami selalu dibanding-bandingkan. Rasanya tidak pernah membuat guru puas. Padahal kami sudah berusaha sekuat yang kami bisa.

Empat bulan pertama, atau semester pertama adalah saat-saat yang sangat berat. Kami harus menyesuaikan diri. Kadang, karena belum terbiasa dengan tugas, juga jam pulang yang sore, kami sering menangis karena tidak kuat. Yang ada dalam pikiran kami hanyalah ‘mengundurkan diri’ dari akselerasi. Tapi kami juga berpikir tentang orangtua kami. Tidakkah kami akan terjun ke jurang kalau kami mengundurkan diri dari akselerasi? Itu sama saja dengan mengecewakan orangtua. Kami jadi serba salah. Tetap di akselerasi, tapi berat dijalani. Mengundurkan diri dari akselerasi, berarti mengecewakan orangtua, menghilangkan kebanggaan mereka akan kami. Terlebih lagi ketakutan kami akan dipindahkan ke kelas reguler jika tidak bisa mengikuti. Takut, cemas, dan putus asa, aku memang bukan seorang ilmuan. Bahkan untuk menemukan diriku sendiri.

Tapi aku sedikit beruntung karena memiliki teman-teman yang selalu menyemangatiku, guru-guru yang terkadang menyenangkan-walaupun sering menyebalkan juga. hehe- juga keinginan untuk tetap menjadi kebanggaan orangtua. Semangat tinggi dan pantang putus asa! Aku adalah ilmuan yang menemukan diriku.

#Repost Tulisan Lama 8 September 2011

Sekali lagi, aku akan menemukan diriku. Well, Aku adalah ilmuan yang menemukan diriku! ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar