UA-64251474-1

Rabu, 24 Juni 2015

Setunggal Buah Rampai Hijau

image source link
Tuan,
dalam rangkain buah rampai,
akulah terhijau setangkai.
Walau perlahan menguning pula si buah rampai
pun kukasihi diriku, hanya setunggal
dalam setankai

Tuan,
ketika hendak berpergian
ada macam-macam perbekalan.
Kusimpankan separuh, bekal untuk pekuburan.


Tersorot wajah tuan,
terpanggil dalam lamunan
Sanjak terurai begitu saja,
melayu bukan lantaran usia.

Darah menjadi tinta
keringat berguguran mengisi wadahnya
Sejarah diterjemahkan kata-kata
Lantas Tuan berdiri menagih hutang dan janji.
Menghidupkan yang mati,
menyimpan perbekalan dalam kendi.

Seutas kulit rotan berkelakar,
menjadi jangkar agar kula tidak terbang.
Berkat Tuan yang memikul beban,
kapalku enggan melabuhkan angan.

Tidak bermaksud Tuan hiraukan,
pada akhirnya, ini bukanlah pengadilan
bermeja hijau dan bundar
menjadi balasan atas kesanggupan.

Wahai Tuan yang budiman,
kupersembahkan liang kuburku yang teramat dalam.
Bukan pada kegelapan yang kutakutkan,
pun kenangan yang berguguran.
Hanya setunggal dalam setangkai
melayu bukan lantaran usai

###

Hei, beberapa hari yang lalu saya belajar menulis sastra. Hasilnya, yang di atas itu. Hehehe... Masih dipengaruhi oleh banyak penyair lain, dari semua angkatan. Bahkan untuk diksinya pun masih sangat bergantung pada diksi-diksi yang mereka gunakan. Hmmmm, bagaimana? :)
Review please... :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar