UA-64251474-1

Senin, 14 Februari 2011

Terindah, atau Terburuk?

Tahun baru? Menyenangkan? Hey siapa bilang tahun baru itu selalu menyenangkan. Bagiku, tahun baru hanya sebuah ceremonial yang percuma. Meski dalam setahun hanya sekali (ya… namanya juga tahun  baru), tapi aku selalu membenci hari itu. Terlebih lagi saat malam hari menjelang jam 12 malam. Meski keluargaku ikut merayakan seperti halnya keluarga yang lain, yang selalu memanggang ayam, atau membuat acara tengah malam lainnya, tapi aku selalu menyembunyikan diriku dari keramaian malam tahun baru.
Hampir semua rumah membunyikan terompet, menyalakan kembang api. Wow… semua orang terkesan dengan deburan api yang melambung tinggi ke langit. Tapi bagiku, itu hal yang sia-sia.
Untuk apa selama ini kita mencari uang, hanya untuk membeli kembang api dan membakarnya. Hal yang benar-benar sia-sia bukan? 

Aku yakin, banyak orang yang mengutukku akan hal ini. Soal ketidaksetujuanku tentang malam tahun baru. Termasuk juga adikku. Kurasa, dia sangat membenciku karena setiap tahun baru, aku melarang keras penghuni rumahku ikut membakar kembang api. It’s ok kalau hanya membakar ayam, atau acara lainnya asal tidak dengan kembang api. Apapun alasannya, bagaimanapun indahnya, kembang api tetap buruk dalam mataku. 


Tahun baru kali ini juga tidak kalah menyedihkannya dengan tahun baru tahun lalu. Aku hanya menyembunyikan telinga di bawah bantal, di kamarku. Meski keluargaku berpesta di luar sana, aku dengan tegas menyatakan, “ OK. Silahkan kalian mau apa! yang penting jangan sekali-kali membakar kembang api dekat kamarku!” teriakku saat adikku, riki memanggilku untuk ikut berpesta tapi aku tidak mau.


“kakak! Kakak ini norak amat sih? Gara-gara kakak norak, kita jadi kena imbasnya tau!!!” teriak riki, satu-satunya saudara yang kumiliki. Aku tetap diam dengan sejuta perasaan mengutuk si riki menyebalkan itu.

“pertama dan terakhir kalinya riki membakar kembang api, saat riki nginep di rumah nenek. Karena di sana enggak ada kakak!” teriaknya lagi membuat amarahku memuncak sampai membentuk semacam tanduk sapi di kepalaku.


“jadi kamu mau kakak pergi dari rumah ini, gitu? Ok! Sekarang juga kakak pergi dari rumah ini!” teriakku bangkit dari kasur empuk bersprai biru milikku. Aku kecewa dengan seisi rumah ini. Aku, gadis yang memang lain dari gadis yang lain. Tapi, salahkah aku, kalau aku menjadi membenci malam tahun baru karena kembang api? 

Aku keluar kamar dengan koper besar yang kuseret, saat riki sudah lenyap dari hadapanku. Aku berjalan santai melewati keramaian tahun baru di dalam rumahku. Di ruang keluarga, hanya ayah dan ibuku yang melirikku bersama koper hitam dan besar milikku. ‘kenapa mereka tidak mencegahku pergi? Inikah nasibku sebenarnya?’ tanyaku dalam hati saat tanganku sempurna membuka knop pintu.


“lista!” entah siapa yang berteriak saat itu, aku hanya bisa mendengar suaranya samar-samar karena aku sudah menjangkau gerbang rumahku. Kubuka perlahan sambil meneteskan air mata. Rasanya dingin sekali. Udara bandung di malam tahun baru seperti ini, benar-benar kurasakan desis angin yang menusuk tulang, dan risik dedaunan yang mencoba menyapaku. Terpaksa aku harus merasakan udara dingin ini sepanjang malam karena aku lupa menyeret  jaketku dari kamar yang sudah kutinggalkan. 

Ayah dan ibuku benar-benar tidak menyayangiku. Mereka tega membiarkanku pergi sendiri di waktu yang hampir tengah malam.

Ciu…. Jedar!!!

Aku tersontak kaget mendengar letusan itu. Ya, salah satu alasanku mengapa aku membenci kembang api, karena aku selalu merasa dikagetkan oleh bunyinmya. Saking kagetnya aku, aku lupa koperku sudah kulempar tidak jauh dari tempat itu. aku mendekatinya dan kembali berjalan menyusuri jalanan yang masih cukup ramai. Bahkan beberapa mata sempat melirikku yang berjalan sendiri. Aku memang gadis malang…!

Lista prasetyo. Gadis malang yang diusir keluarganya tepat di malam tahun baru. Ada sedikit rasa yang aneh menghampiriku. Ternyata malam ini, aku harus mendengarkan semua bunyi petasan. Hampir sepanjang jalan. Dan aku, tidak bisa menutupi telingaku dengan bantal empuk yang biasa kugunakan setiap malam tahun baru.

AGH…! 

JEDAR!!! 

Sudah kututup telingaku rapat-rapat saat aku mendengar letusan kembang api yang tepat di depanku. Aku kaget bukan main dan malam ini membuat nilai plus untuk rasa benciku pada kembang api.
Aku sedikit berputus asa mencari tempat yang hampir tidak ada orang yang menyalakan kembang api. Ah… akhirnya, aku temukan taman sepi di sudut keramaian kota bandung. Aku berjalan menuju bangku terjauh dari keramaian. Tidak semua lampu di taman ini menyala. Hanya beberapa saja yang sempurna menerangi taman. Dan kurasa hanya aku sendiri yang ada di taman ini. 

Gelapnya malam, membuatku tak bisa menikmati indahnya taman sepi ini, seperti setiap sore saat aku mengunjungi taman ini. 

Merasa aman dengan taman ini, aku sudah tak segan-segan lagi mengalirkan air mata yang sejak tadi kubendung. Aku yakin tak seorangpun bisa mendengar tangisanku, karena aku sendiri di malam tahun baru ini.

“hei…!” suara dari belakangku itu sukses membuatku berjingkat dan berteriak, “akh….!” Sekuat tenaga.

“kamu!” kataku setelah menengok siapa yang mengagetkanku. Tak kusangka, ada lelaki seperti dia berkeliaran sendiri di taman sepi ini. Kurasa tidak ada lagi orang yang membenci tahun baru seperti aku. 

“iya. Kamu ngapain malam-malam gini masih di luar? Enggak bikin acara bareng keluarga kamu?” tanya satya, cowok yang telah mengagetkanku. Aku diam saja dan menunduk. Dia memandangiku dan menyuruhku duduk. Dilihatnya tanganku menenteng koper hitam besar.

“kamu mau kemana lis? Malem-malem bawa koper segede itu? mau naik haji?” guraunya.

“aku lagi kesel sama keluargaku. Apalagi si riki, adekku yang paling ngebenci aku! Uh… rasanya aku pengen ngutuk dia!” ucapku sambil menangis.

“emangnya kenapa?”

Aku memandangi satya sebelum menjawab, “ya… dia… dia mungkin pengen mbakar kembang api kayak yang lainnya.” Aku lihat satya sedikit tak mengerti dengan uacapanku barusan.

“emang dia enggak pernah main kembang api?”

“enggak.” jawabku singkat.

“kenapa? ada yang ngelarang ya?” tanyanya lagi seakan sangat ingin tahu.

“ada” jawabku lagi dengan singkat.

“siapa?” satya benar-benar berbakat menjadi dekektif.

“aku.” aku memandangi satya yang kebingungan. 

“kenapa?” 

“karena aku, benci kembang api!” jawabku dengan penekanan di kata ‘kembang api’. Aku melihat satya tertawa kecil.

“kenapa ketawa? Ada yang lucu?” kali ini aku yang betanya dengan nada kesal.

“enggak. Tapi aneh aja, yang aku tahu kebanyakan cewek pasti seneng kembang api tapi-“

“tapi aku enggak! Karena aku beda sama mereka!” potongku kesal pada satya.

“jangan marah gitu dong lis, aku juga sama kok ama kamu!” entah bercanda atau serius yang dikatakan satya, tapi dia sudah sukses membuatku menatap heran ke arahnya.

“ya, kamu pikir, aku ngapain pergi ke taman yang sepi ini? Jauh dari keramaian kembang api. Yah… walaupun masih bisa denger suaranya yang… yang selalu mengagetkanku!” ucapnya sedikit ragu-ragu pada kaliamat terakhir.

“aku juga selalu merasa dikagetkan dengan bunyi kembang api” satya menatapku yang sedang menatap langit penuh taburan kembang api.

“ternyata kita punya alasan yang sama!” aku mengangguk.

“oya, terus ngapain tadi kamu nangis?” tanyanya lagi. 

“aku sedih, keluargaku bukannya ngelarang aku pergi, tapi malah ngebiarin gitu aja!” 

“kok bisa gitu?”

“ya, mungkin karena aku selalu ngelarang untuk nyalain kembang api di rumah, dan mereka merasa merdeka kalau aku pergi kali…” ucapku sambil mengangkat bahu.

“oh…!” gitu aja jawabannya.

“terus kamu mau tidur di mana? Sekarang ini udah hampir jam 12 malem… enggak baik gadis di luar rumah sendiri.” Ucapnya memecah keheningan yang sempat hadir diantara kami beberapa detik yang lalu.

“aku juga enggak tahu harus kemana.” kataku sambil mengusap lengan tangan kiriku. Udara dingin sudah menerpa kembali.

Satya melepaskan jaketnya dan membiarkan tubuhnya yang lumayan jakung hanya mengenakan kaos putih tipis. Tak kusangka, jaket abu-abu itu dilampirkannya ke bahuku, menutupi lenganku yang terbuka. Aku menatapnya yang tersenyum padaku.

“kayaknya kamu harus pulang deh lis!”

“enggak! Buat apa pulang ke rumah orang yang enggak ngarepin lista pulang!” kuganti ‘aku’ dengan ‘lista’ dalam kalimatku kali ini.

“aku yakin-“

“lista!!!” teriak wanita paruh baya yang sudah kukenali. Siapa lagi, dia ibuku. Wanita yang tak kusangka tau tempat terindah yang kukunjungi malam ini. 

“mama! Ngapain ma-“

“hei kak! Riki minta maaf ya!” aku cemberut menyambut si keparat Riki.

“jangan gitu dong kak, riki janji deh… enggak bikin marah kak lis lagi…” riki mebuat tanda victory dengan jarinya. Aku tersenyum sebelum sosok ayahku muncul dari jalan kecil di taman ini.

“wah… ini… ini pacar kak lis ya? Haduh haduh… romantisnya…!” 

baru saja minta maaf, sekarang udah bikin orang kesel lagi, pikirku. Satya hanya tersenyum pada keluargaku.

“bukan dek! Kakak ini Cuma temennya kak lista bukan pacarnya.”

“alah… pakek bohong lagi!” goda riki lagi.
 
“riki!” bentakku setengah melotot.

“iya… iya… kak  lis-ta…” sahut riki dengan pengeja’an di namaku dan ekspresi yang dinilai lucu oleh ayah, ibu dan juga satya.

“ohya, jam 12 tinggal satu menit lagi, mumpung kita di luar, kita liat kembang api dari sini yuk!” ajak ayahku. Satya hanya meringis. Sedangkan riki, lompat-lompat kegirangan kayak baru dapet badai durian. 

Aku menatap ayahku.

“lista, kali ini aja ya…!” aku melengos tapi sedikit menyunggingkan senyum. 

JEDAR!!!!

Tak kusangka, suara kembang api tadi berhasil menerobos serat jantungku, berusaha memutuskan salah satunya. Aku dan satya kaget bersamaan sambil memegang dada masing-masing.

“ci’ile… bisa barengan gitu…” ledek riki. Ayah dan mama hanya menatapku dan tersenyum. Aku takut, mereka akan berpikiran bahwa aku dan satya berpacaran. 

Aku memandangi satya yang juga diperhatikan yang lain sebelum kami bersama-sama menutup telinga masing-masing dari bunyi kembang api di samping kami. Siapa lagi pelakunya, kalau bukan si Riki yang menyebalkan. Ugh… malam tahun baru yang aneh, pikirku.
The end…

A/N : cerpen ini adalah pelampiasan. maaf kalau endingnya gaje, abisnya enggak tau mau bikin ending kek apa. gomenne... :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar