UA-64251474-1

Sabtu, 21 Agustus 2010

Senandung masyarakat

Air mata mengalir layaknya air tejun, keluhan – keluhan muncul dari setiap sudut kehidupan. Semua orang menangis. Dunia pun menangis. Saat ini, di bulan yang penuh rahmat ini, semua harga bahan pokok melonjak  sejak sebelum puasa. Belum memasuki bulan puasa saja, harga kebjtuhan pokok sudah naik, bagaimana jika akan menghadapi lebaran nanti? Tidak bisa dibyangkan bagaimana kesedihan masyarakat saat kenaikan harga tersebut. bagaimana tidak, kenaikan harga tersebut berlaku untuk semua tingkatan ekonomi, sedangkan bagi masyarakat tingkat bawah hingga menengah, yang hanya memiliki hasil yang begitu – begitu saja, akan sangat merasakan kesengsaraannya.tidak jarang kita temukan, masyarakat yang terpuruk dengan hal ini. Apalagi untuk masyarakat yang mengalami penggusuran lahan tempat tinggal mereka. Mereka harus memikirkan dua hal sekaligus. Meskipun pemerintah bejanji akan mengadakan ganti rugi untuk setiapn rumah yang digusur, tapi sampai masyarakat menangis darah pun, tak kujung dipenuhi.
Di kota Jakarta saja, yang termasuk kota besar, ibu kota Negara, pengusuran – penggusuran macam itu sudah menjadi hal biasa, layaknya sebuah budaya. Janji – janji pemerinytah hanya sekedar  bulan saja. Penggusuran rumah – rumah warga untuk pembangunan pabrik , pembongkaran ladang ladang dan lahan pertanian untuk membangun mall, hal itu sudah sangat biasa di kota Jakarta.
Kota Jakarta memang sudah besahabat dengan polusi. Tidak tanah, udara bahkan air, semuanya sama saja. Asap asap mengepul dimana mana. Hal itu tidak sebanding dengan alam sekitarnya. Saat ini, kepulan – kepulan asap pabrik mengibar dimana-mana. Tapi, bagaimana dengan taman kota? Tumbuhan yang ada? Apakah semua itu sebanding dengan keadaan pabrik? Penulis merasa bahwa, Jakarta lebih memihal pabrik yang member mereka uang dan kehancuran, dibanding udara bersih ynag menghidupi mereka selama ini.
Taman – taman kota berangsur angsur  musnah. Perunbahan terjadi secara drastis. Mall – mall, pusat perbelanjaan dibangun dimana-mana. Mini market membanjiri semua daerah.tidak hanya di kota besar Jakarta, saat ini keberadaan mini market telah merambah dimana mana. Bahkan telah tersebar luas di setipa kecamatan di setiap provinsi.hal itu sudah merubah semua tatanan hidup Indonesia. Kebudayaan kebudayaan masa lalu mulai pudar. Pasar – pasar tradisional mulai sepi ditinggal penbali. Swalayan – swalayan lebih ramai dibanding pasar tradisioanal. Para penjual yang masih bertahan, hanya bisa menggantungkan hidupnya kepada pelanggan yang masih bertahan. Yah…meskipun hanya 1 atau 2 orang saja.
Nasib orang kecil semakin tertindas. Harga kebutuhan hidup terus melonjak, sedangkan  pendapatan mereka terhambat dengan adanya globalisasi. Janji sejahtera pemerintah, hanyalah sekedar ucapan janji. Hanya sekedar mimpi disaat tidur siang, bagi masyarakat kecil. Harapan pupus, bahkan kesempatan berharap pun tak ada. Kehidupan memang sunguh kejam. Teruslah bertahan saudaraku, terik dunia takkan indah tanpamu.

1 komentar: