“ Jadi
inget SMP ya… ” Fira cewek berambut ikal berseru dari balik kacamata berbingkai
ungu miliknya, ketika meletakkan tasnya di kursi bersama kedua temannya.
“ iya…
dan semoga hal ini akan berlangsung terus.” sahut Citra, cewek manis berjilbab
duduk di samping kasur,bersprai biru tua.
“Pasti
akan diteruskan…” si pemilik rumah berseru dari belakang pintu, tepat di depan
tempat Fira
menyisipkan dirinya.“Nih, diminum dulu” katanya lagi,sembari
meletakkan 3 gelas jus .jeruk segar di atas meja di depan Fira. Eki, si pemilik
rumah langsung merobohkan badannya di samping Citra.
“Ayahmu
belum pulang Ki?” Citra merubah arah bicara.
“Belum…
Makanya kamu temenin aku di rumah geh… ” rayu Eki pada temannya yang satu ini.
“Wah…
Aku belum ijin tuh ma bapak kosku” Citra adalah anak kos. Sedangkan Fira, cewek
yang sedang asik membolak balik majalah sambil menyeruput jusnya itu, ia
tinggal bersama ibu dan neneknya, dan Eki, tinggal bersama ayah tercinta.
Mamanya sudah tiada sejak ia berumur 7 tahun.
“O… eh
fir, kamu agak centil juga ya?” kata Eki memperhatikan Fira yang sibuk dengan
majalah fashion di atas meja.
“Ini
tantemu yang bawa ya… ?” Eki agak cemberut, ternyata asal usul majalah itu
sudah tertebak oleh kedua temannya yang sedang asik menertawakannya itu.
“ Gak
salah-salah usaha tantemu ya ki… ” Citra dengan cekikikan berusaha mengucapkan
sesuatu.” Ternyata tantemu belum kapok ya, nyuruh kamu supaya lebuh girly” tawa
temannya makin menggelegar.
“udahlah
ngeledeknya…” Eki semakin cemberut saja.
Hari itu,
kedua teman Eki menghabiskan waktu sorenya di rumah Eki. Mereka memang sering
mengadakan perkumpulan seperti ini, khususnya di hari sabtu. Kalau sudah
berkumpul begini pasti lupa waktu. Jam dinding yang terpampang di dinding biru
kamar Eki menunjukkan angka 5, kedua temannya itu sudah harus memaksa kakinya
keluar dari singgahan Eki. Di ruang tamu, mereka mendengar deru mobil papa Eki
pulang dari kantor.
“Oh…
Ada tamu…” seru papa Eki seraya menutup pintu mobil.
“ Hehe…
Udah pulang om…?” sapa Citra dengan ramah, kepada om hendri, papa Eki.
“ kita
pulang dulu ya om…” ujar Fira yang memegangi tas selempangan putih di bahunya.,
Eki
yang sejak tadi hanya terdiam, langsung mengucapkan salam perpisahan bersamaan
dengan papanya.
Setelah
Fira dan Citra lenyap dari depan rumahnya, Eki dan papanya kembali ke dalam.
Papa Eki memang perhatian pada Eki, maklum lah, ia ini satu satunya peninggalan
almarhum sang mama. Waktu terus berjalan. Selepas solat maghrib, Eki dan
papanya mengobrol sedikit tentang sekolah Eki sambil nonton tv. Karena malem
minggu, jadi Eki tidak belajar, dan tidak pernah ada orang yang mengetok pintu
untuk mencari Eki, apalagi cowok.
“Oh ya,
ki…” papa Eki meletakkan gelas kopinya di meja sambil menonton lawakan favorit
mereka.
“Kayaknya hari senin besok papa harus pergi keluar kota nih ki” papa
Eki berbicara sedikit santai.
“
Berapa lama pa?” tanya Eki tak lepas dari layar tv dan nyengri-nyengir sendiri.
“ yah…
kira-kira sebulan dua bulan.”
“Hah!!!
Busyet… Gag salah pa?” kali ini mata Eki adadi depan mata papanya. “Terus, Eki
mau di rumah sama siapa pa? mbok pi kan lagi nungguin anaknya yang lagi sakit”
mbok pi adalah orang yang merawat Eki sejak kecil.
“ Kamu
di rumah sama tante mira aja…” papa Eki ragu, seakan tau apa yang aka dikatakan
Eki.
Spontan
Eki berteriak enggak.
“Eki
benar–benar tidak suka kalok di rumah bareng tante mira”
“tapi,
siapa lagi coba saudara kita yang di bandung? Cuma tante mu itu…” papa agak
merayu Eki.
“ hem…”
Eki sedikit berfikir . dia benar benar lupa akan tontonannya itu.” Kalok enggak
Eki ngekos aja deh pa?” tiba tiba Eki mengusulkan hal yang dulu pernah
ditolaknya. Langsung saja papanya bertanya “ yang bener, dulu ditolak...”
“ Yah…
daripada sama tante mira, mau jadi apa anakmu ini pa?”
“ ya
jadi anak papa lah…” papa mencoba menghibur Eki yang dari tadi cemberut.
“Beneran nih, Eki mau ngekos aja?” papa meyakinkan lagi.
“ Ih
papa,ya iya lah… Eki mah bakal lebih baik ngekos bareng Citra pa…” Eki berkata
penuh keyakinan.
“Ya
udah kalok kamu yakin. Besok papa anter kamu ke sana”
Eki
lega mendengar perkataan papanya, jadi ia tidak perlu banyak berkata-kata untuk
meyakinkan papanya, bahwa ia tidak ingin, benar-benar tidak ingin jadi apa yang
selalu dipakasakan oleh tante mira padanya. Dengan perasaan lega, ia pun dengan
santai melanjutkan menonton TV. Eki dan papanya tertawa-tawa melihat tokoh
favorit mereka memainkan adegan lucu. Jam setengah 9 malam, Eki pergi dari
bangku coklat tempatnya bersemedi selama nonton TV. Begitu pula dengan papanya.
Sebenarnya papa Eki tidak langsung tidur, mungkin mengerjakan tugas kerja atau
apa sajalah yang harus dikerjakan. Sedangkan Eki, ia tak sanggup menahan mata 5
watt-nya melebihi angka 10.
***
Kesokkan
paginya, di hari minggu, cuaca terlihat cerah. Matahari menguning di ufuk
timur. Menebar warna kuning yang semakin lama semakin hangat. Tepat pukul 9
pagi, Eki belum beranjak dari tempatnya melempar lelah. Masalah solat subuh,
Eki terbiasa solat awal waktu, setelah itu, kembali lagi ke mimpi indah.
Sinar
kuning mulai merambah melalui jendela kamar Eki. Matanya yang kecil mulai
tebuka, menuntunnya menuju meja makan. Mata Eki tertuju pada secarik kertas di
sebelah piring putih .
“papa
ke kosan Citra dulu ya… daftarin putri papa ini dulu” Eki membaca kertas itu. “
Hah… papa, ‘mendaftarkan’ kek mau sekolah aja” gumam Eki sambil cengingisan.
“sarapan
sendiri deh…” gigi kelinci yang tadi terlihat jelas, kini bersembunyi lagi
ketika Eki mulai mengambil nasi goreng di depannya. Selesai sarapan Eki
langsung saja nongkrong di depan tv menonton anime yang paling ia sayangi
‘BLEACH’ . Jam menunjukkan pukul 11.00 WIB, anime kesayangan Eki telah berganti
dengan acara tv lainnya.
“Huh…bosen!
Mau ngapain ya?” Eki memencet-mencet remot tv mengganti-ganti chanel.
“ Papa
pasti langsung ke kantor, eh… Ini kan hari minggu, masa ke kantor. Aku telfon
aja kali ya?” gumam Eki pada dirinya sendiri.
Eki
langsung mencari-cari handphonenya. Tepat di bawah bantal coklat itu handphone
Eki bersembunyi. Belum sempat Eki memencet nomor papanya, terdengar suara mobil
sang papa.
“
Akhirnya pulang juga” kata Eki berlari ke depan .
“Hey
Eki… !” kedua sahabat Eki tersenyum ceria.
“ Tadi
papa ke kosannya Citra, terus papa ajak dia kesini, eh…Citra juga nyaranin
untuk ngejemput Fira juga…” Fira dan Citra nyengir bersama.
Eki dan
papanya mengajak Fira dan Citra masuk ke kamar Eki. Papa Eki membiarkan
putrinya leluasa mengobrol dengan kedua sahabatnya.
“
nanti, jam 5 papa anter kamu ke kosan ya sayang…sekalian papa juga mau
berangkat”
“
katanya besok senin pa?” kata Eki bingung
“senin
dah langsung rapat, jadi papa berangkat nanti sore” jelas papa Eki, lalu pergi.
Fira
dan Citra sudah masuk terlebih dahulu daripada pemilikinya.
Eki,
Fira dan Citra mengemasi barang-barang Eki. Selepas solat ashar, mereka pergi
ke tempat tinggal baru Eki. Karena Eki baru di kosan, Fira dengan senang hati
bersedia menemani malam pertama Eki di kosan. Jadi, papa Eki menderukan
mobilnya ke arah rumah Fira terlebih dahulu.
***
Ternyata
tidak hanya Eki saja yang menjadi penghuni baru di 2KRS, yah… begitulah
anak-anak kos di sini menyebutnya. 2KRS ini merupakan singkatan dari kosan
kayak rumah sendiri. Sipapun orangnya, pasti betah ngekos di sini. Biayanya
murah, fasilitas ada. Uh… pantes aja ada juga anak baru yang masuk 2KRS. Untung
masih ada 2 kamar tersisa di sana. Jadi Eki tidak perlu khawatir.
Di 2KRS,
mereka berhak melakukan apapun hal yang mereka mau. Asal jangan membawa teman
perempuan bagi laki2 untuk masuk ke kamar mereka, dan begitu pula dengan anak
perempuan. Tapi, si pemilik kos ini sudah menyediakan tempat yang lebih
istimewa dari kamar untuk bemain. Taman, yah… di tempat yang berlanrtai rumput
hijau, tanaman-tanaman indah menghiasi setiap meja yang ada di keempat sudut
tempat itu, ditambah lagi 1 meja di tengah tempat itu. Matahari yang menguning
di arah barat menambah aroma sejuk di tempat itu.
Di
tempat itulah, pertama kalinya Eki menjumpai seorang cowok ganteng nan wibawa
itu. Biasanya Eki, dan kedua temannya duduk di bangku yang ada di tengah taman
sederhana namun elok itu. Tapi, saat itu ia melihat sesosok laki2 yang tak
pernah ia lihat setiap ia mengunjungi Citra, duduk dengan buku sama persis
dengan yang sering Eki baca.
“ eh,
siapa lo?” Fira dan Citra agak terkejut. Pasalnya, Eki jarang menyapa orang
dengan bahasa ‘gua-elo’ kecuali kalau ia benar-benar emosi.
Si
cowok itu makin keheranan saja, ia juga tidak tau siapa Eki. Bahkan ia pun tak
mengenal Citra sebagai penghuni 2KRS sebelumnya.
“ehm,
gue anak baru di sini,” si cowok tampan itu menoleh ke arah Eki menunjukkan
wajahnya yang rupawan.
“ em,
maaf namanya siapa ya?” Citra penasaran dengan cowok ini.
“ nama
saya Henki”
Mendengar
hal itu, Eki kaget, Henki ngomong gua ke Eki dan saya ke Citra, ia berfikir apa
yang akan dikatakan Henki pada Fira.
“ oh…
Henki, saya Citra, nak kos di sini, ini teman saya Eki, dia juga baru di sini,
tapi dia udah sering main ke sini.” Jelas Citra pada anak baru itu. Ia hanya
mengatakan ‘ o…’ saja. Sedangkan Eki dengan tangan yang dia lipat di atas
dadanya, diam sambil cemberut, tak menyangka kedua temanya akan seakrab itu
dengan Henki yang menurutnya rese’.
“em…
Henki ya? Kenalin aku Fira, temennya Citra dan Eki,” Fira dengan tampangnya
yang sok manis mengulurkan jemarinya yang indah kearah Henki. Henki
menyambutnya dan tersenyum.
“
udahan kenalannya, sekarang lo pindah!” bentak Eki kepada Henki. Fira yang dari
tadi sangat antusias untuk berkenalan menyiratkan wajah tak enak ke arah Eki.
“ idih,
siapa elo ya, nyuruh-nyuruh gue pindah!” Henki ternyata bisa nyolot juga.
“ ya…”
Eki agak kehilangan kata-kata. “ ini tempat duduk kita selama ini.”
lanjutnya seadanya.
“ya kan
duluan gue” Henki menantang
“Eki
yang dicegah oleh kedua temannya pindah ke bangku di pojok kiri dari tempat
duduk Henki.
“ aku
boleh duduk di sini aja gak?”
Belum
sempat Henki menjwab, Eki sudah menyambar tangan Fira ke arah meja yang mereka
tuju. Setibanya Eki, Citra dan Fira di kosan, mereka belum memasuki kamar Eki.
Eki mengeluarkan buku yang sama dengan yang dibaca Henki. Eki sudah
mengulangnya hamper 5X, tapi ia tidak ada bosannya untuk mengganti dengan yang
lain. Udah jodoh kali ya…!
Citra
mengamati buku Eki.
“ ada
pa si cit, kek gag pernah ngeliat aku bawa buku ini aja” Eki rada penasaran. Si
cantik Fira, sejak tadi asik memandangi si ganteng yang duduk di sebelah kanan
agak jauh darinya.
“ ehm…
mirip ya, sama yang dibawa Henki..”
Mendengar
kata Henki, Fira langsung terpusat kepada kedua temanya.
“
apanya sih?”
Tak
sempat dijelaskan oleh kedua temannya, hujan turun sedikit demi sedikit. Eki,
Citra dan Fira berlari ke dalam. Begitu pula dengan Henki.
Ternyata,
kamar Henki dan Eki sebelahan. Eki mulai memasuki ruangan bercat cream yang
ukurannya sekitar 4*4 meter itu sambil tersenyum sinis kepada Henki ketika si
cowok itu melirik ke arahnya.
***
Keesokkan
harinya, hari pertama masuk sekolah, hari pertama Eki dan Henki menjadi
keluarga dari 2KRS. Tidak salah-saah, ternyata di sekolah mereka juga sekelas.
Entah kebetulan, entah bagimana. Kabarnya sih, si Henki juga menyukai hal yang
sama dengan Eki, yaitu dunia tulis menulis.
“ uh…
Setelah tetanggaan kamar sama cowok tengil itu, sekarang sekelas lagi.Mana dia
juga suka buku yang sama ama aku! Uh… betapa malangnya hidupku…!” bicara Eki
saat keluar kelas itu, menujukan kalau dia sedang jengkel. Kali ini, Eki
berjalan hanya berdua dengan Citra, sedangkan Fira, ia sedang sibuk dengan
kegiatannya sebagai sekertaris osis.
“ kamu
jangan gitu dong ki, yah… ambil sisi positifnya aja” Citra berkata santai.
Jilbab putih segi empat yang dilipat jadi segitiga itu, menempel rapi di
wajahnya.
“ emang
ada ?” sekarang nada bicara Eki agak sinis. “ yang ada hidupku bakal lebih
buruk lagi” ia buru-buru menambahkan sambil mengangkat-angkat tangannya
layaknya pak bupati yang sedang kampanye.
“ hush,
jangan lebai gitu deh!” Citra menyenggol lengan Eki. “ ya, stidaknya kamu punya
saingan sekarang” lanjut Citra setelah sampai di kantin, sambil mencari tempat
duduk. Kantin di sini memang ramai, tapi tidak pernah penuh. Yah, setidaknya
masih ada 1 atau 2 bangku yang kosong. Kantin sekolah Eki memang besar dan
bersih. Penjualnya juga ramah-ramah.
Mendengar
kata saingan yang dikatakan Citra tadi, Eki langsung berteriak ‘tidak’. Untung
ada Citra yang menenangkan Eki. Melihat sekelilingnya, Eki pun menjadi salah
tingkah. Langsung saja ia duduk di mejanya.
“ bu!
Sotonya 2 “ Eki memesan makanan dengan rasa malu yang masih menempel di
wajahnya.
“
es-nya juga 2 ya bu!” Citra melengkapinya.
Sementara
soto dan pasanganya belum ada di atas meja, dan Citra yang sedang melamun
kelaparan, Eki berfikir. Ia benar2 memikirkan kata ‘saingan’ yang menurut semua
orang itu biasa saja.
“makasih
bu!”kata Eki dan Citra ketika soto dan es diletakkan di meja mereka.
“sama-sama”
jawab si ibu kantin berkerudung coklat dan pawakannya yang lansing itu sambil
lalu.
“cit,”
Eki memegangi 2 sendok di tangannya saat ia mulai menyeruput mi putihnya. “
maksudnya saingan itu kek gimana cit? apa aku harus berantem ma dia gitu?”
“ itu
artinya, kamu bisa lebih mngekploitasi bakat kamu, dan kamu akan lebih
berkonsentrasi juga bekerja keras untuk bakatmu itu. Itu karena kamu gag
sendiri” Citra menjelaskan panjang lebar. Pengetahuan Citra memang bisa
dikatakan bagus.
“
itupun kalau kamu gag mau kalah sih sama si Henki, yang kamu bilang tengil
itu.” Kali ini Citra menirukan gaya Eki saat mengatakan kata ‘tengil’.
“ jelas
aku gag mau kalah dong…” Eki bersemangat sekali.
“tapi
jangan lupa, bersaing yang sehat” Citra membubuhi hal yang paling penting
menurutnya.
“sip
bos…!” Eki mengangkat jempolnya dan tersenyum manis. Membenahi poninya dan
mengusap keringat kepedesan. Ia terlalu banyak menambahkan sambal. Rambutnya
tetap rapi bersama ikat rambut orange pemberian papanya sebelum keluar kota.
Eki
memesan es 1 gelas lagi, sementara Citra masih menikmati sotonya yang tanpa
sambal.
“
kepedesan ki?” Fira duduk di sebelah bangku yang sedang ditinggal penghuninya
yaitu Eki.
“
hehem” sahut Eki tanapa menoleh.
“kebanyakan
sambel sih” Citra meledek. “gag makan kamu fir?”
“udah
tadi bareng sama anak2 osis lainnya” Fira menjawab saat Eki duduk sambil
meminum es yang baru ia bawa dari dapur ibu kantin.
“ oh ya
ki, ada kabar bagus nih buat kamu,” Fira tersenyum manis di depan Eki.
Rambutnya hitam bergelombang, serasi dengan kulitnya yang putih.
“
apaan?” Ekipun terlihat semangat sekali.
Citra
juga ikut menyimak. Matanya menatap penuh harap ke arah Eki saat Fira
mengatakan akan ada lomba cerpen nasional. Tidak perlu banyak berfikir, Ekipun
meng-iyakan permintaan kedua temannya untuk mengkuti lomba tersebut.
Tet…tet..tet…
bel berbunyi 3X yang artinya waktu istirahat usai. Eki dan kedua temannya
kembali ke kelas. Kebetulan hari ini pelajaran pak minto, guru bahasa
Indonesia, pasti pak minto akan menyampaikan hal yang sama dengan yang
disampaikan Fira. Eki tidak salah duga, benar sekali pak minto benar-benar
mengumumkan hal itu, dan alangkah kagetnya Eki, saat ia tahu bahwa hanya ia dan
Henkilah yang bersedia mengikuti lomba tersebut. kabarnya sih, si Henki pernah
juara 2 lomba cerpen tingkat kabupaten di sekolah lamanya. Henki akan menjadi
lawan yang sangat berat bagi Eki. Sempat Eki merasa berputus asa, tapi, berkat
dorongan penuh dari kedua temannya, Eki pun bersemangat. Sementara Henki
tersenyum sinis ke arah Eki dari 2 bangku di sebelah kiri Eki duduk.
***
Eki
telah menghabiskan waktu seminggu di 2KRS hanya bersama laptop kesayangannya.
Entah apa yang ia tulis, tapi sepertinya ia benar-benar yakin akan menang
diperlombaan kali ini.
Jari-jari
kecil Eki menari dari huruf yang satu ke huruf yang lain. Wajahnya mengerut,
mengangkat alisnya yang tipis. Sesekali ia berhenti untuk berfikir.
“lagi
sibuk ya?” suara di belakang Eki membuyarkan pikirannya tentang apa yang akan
ia tulis. Ide ceritanya menari-nari di luar otak hingga sulit Eki tangkap lagi.
“ngapain
sih lo? Ganggu orang aja!” gadis manis ini membentak Henki, cowok tampan yang
tersisa di 2KRS. Pasalnya, semua penghuni kos sedang mudik alias pulang
kampung, dan saat ini, hanya tersisa 2 manusia itu.
“gue
lagi boring ki !” tidak biasanya, cowok super ganteng ini menyapa Eki dengan
lembut dan ramah. Aroma kegantengannya makin tercium kalau ia bertingkah baik.
Seperti saat ini.
Eki
buru buru menutup laptopnya, khawatir kalau ide cemerlangnya yang sempat
melayang di udara itu dirampas oleh cowok satu ini.
“gue
gag bakal nyuri ide lo. Tenang aja.” Henki tersenyum manis ke arah Eki yang
cemberut dari tadi.
“
tumben, lo baik sama gue?” Eki mencoba melembutkan suaranya.
“gue
tuh sebenernya baik ki, cuman lo nya aja yang sinis ke gue, apalagi pas pertama
metemu, yah… seenggaknya ini untuk mengganti pertemuan pertama kita lah.” nada
bicara Henki makin terasa asik didengar.
“ya
sorry deh, abisnya elo main duduk di tempat orang si”Eki mengadakan pembelaan.
“ya gue
kan anak baru ki, maklumlah…” senyumnya kembali menghiasi wajah tampannya.
Hidung mancungnya, menyadarkan Eki betapa ganteng cowok dicdepan matanya itu.
Obrolan
Eki dan Henki semakin lancar. Komunikasi mereka semakin baik. Bahkan mereka
sempat menonton anime kesayangan Eki, dan ternyata juga disenangi oleh Henki.
Bleach, anime yang semakin mempersatukan dua sejoli ini. Dan ternyata tidak
hanya sekedar ngefans sama animenya saja, Henki bahkan telah menulis
kurang lebih 35 fanfic (fans fiction) tentang bleach. Hal yang makin
memperakrab Henki dan Eki. Tapi ternyata keakraban mereka berdua itu hanya
berlaku di hari minggu itu saja.
Senin
pagi, penghuni 2KRS sudah menghuni kamarnya masing masing, dengan kesibukkan
masing masing. Tapi, tanpa disadari oleh Citra, Eki sempat menyelipkan
sepenggal senyum untuk Henki saat jalan ke sekolah.
Hingga
suatu pagi, Eki gempar di kamarnya.
“ki…
ki… kenapa?” Citra mengetuk pintu kamar Eki, khawatir. Henki yang juga merasa
khawatir dengan keadaan di sebelah kamarnya pun keluar dengan bingung.
“ada
apa cit ?” Henki bertanya pada Citra yang juga tak tau apa-apa. Dan praktis
saja, Henki hanya mendapat bahu Citra yang terangkat dengan cemas. Henki dan
Citra yang sama-sama khawatir, mengetuk-ketuk pintu kamar Eki. Mereka tak
pernah tahu kalau Eki punya masalah.
Cekrek
!!!
Pintu
terbuka. Eki yang baru membuka pintu kamarnya, keluar dengan muka masam yang
selanjutnya dihujani beribu-ribu pertanyaan dari Henki dan juga Citra, karena
hanya mereka berdua yang tersisa di depan pintu kamar Eki.
“flashdiskku
hilang…” Eki terlihat sangat panik.
“kamu
bisa pakek flasdisk aku kalau kamu mau” dengan santai, Citra menawarkan bantuan
ketika Henki barusaja mencobanya. Terpaksa Henki harus menutup kembali
mulutnya.
“gag
bisa, masalahnya ada cerpenku di dalemnya. Aku gag bikin salinannya di laptop”
Eki menjelaskan terbur-buru dengan sesekali melirik arlojinya.
“kok
bisa?” Henki berhasil mendahului Citra. Eki tak menjawab. Ia mengernyit. ‘harus
mengulangi lagi’ batin Eki. Ia menenteng tas punggung warna birunya dengan
ogah-ogahan. Henki dan Citra menatapnya penuh peduli.
“tunggu
ki” Henki dan Eki menoleh kearah ibu kost yang sebenarnya memanggil Eki. Citra
tertawa. Begitu pula dengan Fira yang ikut main ke 2KRS. Hingga saat wajah
cemberut rki melototi mereke, mereka baru berhenti tertawa. Rona merah terlihat
jelas di pipi Henki ketika ia menatap wajah Eki.
“iya
bu, ada apa?” Eki bingung, berjalan mendekati ibu kostnya.
“ini
tadi ibu menuin ini di depan kamar kamu. Takut hilang, jadi ibu simpen” ibu
widi member buku jilitan warna kuning yang Eki pun tidak tahu punya siapa.
‘makalah’, pikirnya sebelum menerimanaya.
“makasih
ya, bu” Eki berkata sopan dan mengambil pemberian ibu kostnya itu. Memang
seperti makalah, tapi diatasnya tertulis ‘CERPEN’ besar dan tepat di tengahnya.
Eki berjalan memasuki kamarnya dan membolak-balik buku berisi cerpen itu.
Rasanya ia belum sempat menjilid cerpennya sampai tadi pagi, saat ia kehilanagn
flashdisknya. Tapi, entah milik siapa cerpen itu. Isi cerpennya mirip sekali
dengan milik Eki. Sama-sama menceritakan tentang kehidupannya setelah bertemu
Henki. Hanya saja…
Dret…
dret… dret…
Lamunan
Eki akan hal satu tahun yang lalu buyar, saat handphonenya bergetar di sofa
coklat ruang keluarga, tempatnya memandangi foto masa SMAnya. Ia meraba-raba
sepanjang sofa, hingga meraih handphe putihnya.
“halo…!”
suara Eki lembut dan bersemangat.
“happy
universery honey…!” suara ceria dari balik handphone itu membuat Eki
tersenyum-senyum. Suara lelaki yang pernah dikatakan tengil dan lelaki yang
menyatakan cintanya lewat cerpen setahun yang lalu disambut dengan suara indah
dan senyum bahagia Eki.
#End
Tidak ada komentar:
Posting Komentar