UA-64251474-1

Rabu, 03 November 2010

makalah pencetus cinta

“ Jadi inget SMP ya… ” Fira cewek berambut ikal berseru dari balik kacamata berbingkai ungu miliknya, ketika meletakkan tasnya di kursi bersama kedua temannya.

“ iya… dan semoga hal ini akan berlangsung terus.” sahut Citra, cewek manis berjilbab duduk di samping kasur,bersprai biru tua.

“Pasti akan diteruskan…” si pemilik rumah berseru dari belakang pintu, tepat di depan tempat Fira
menyisipkan dirinya.“Nih, diminum dulu” katanya lagi,sembari meletakkan 3 gelas jus .jeruk segar di atas meja di depan Fira. Eki, si pemilik rumah langsung merobohkan badannya di samping Citra.

“Ayahmu belum pulang Ki?” Citra merubah arah bicara.

“Belum… Makanya kamu temenin aku di rumah geh… ” rayu Eki pada temannya yang satu ini.

“Wah… Aku belum ijin tuh ma bapak kosku” Citra adalah anak kos. Sedangkan Fira, cewek yang sedang asik membolak balik majalah sambil menyeruput jusnya itu, ia tinggal bersama ibu dan neneknya, dan Eki, tinggal bersama ayah tercinta. Mamanya sudah tiada sejak ia berumur 7 tahun.

“O… eh fir, kamu agak centil juga ya?” kata Eki memperhatikan Fira yang sibuk dengan majalah fashion di atas meja.

“Ini tantemu yang bawa ya… ?” Eki agak cemberut, ternyata asal usul majalah itu sudah tertebak oleh kedua temannya yang sedang asik menertawakannya itu.

“ Gak salah-salah usaha tantemu ya ki… ” Citra dengan cekikikan berusaha mengucapkan sesuatu.” Ternyata tantemu belum kapok ya, nyuruh kamu supaya lebuh girly” tawa temannya makin menggelegar.

“udahlah ngeledeknya…” Eki semakin cemberut saja.

Hari itu, kedua teman Eki menghabiskan waktu sorenya di rumah Eki. Mereka memang sering mengadakan perkumpulan seperti ini, khususnya di hari sabtu. Kalau sudah berkumpul begini pasti lupa waktu. Jam dinding yang terpampang di dinding biru kamar Eki menunjukkan angka 5, kedua temannya itu sudah harus memaksa kakinya keluar dari singgahan Eki. Di ruang tamu, mereka mendengar deru mobil papa Eki pulang dari kantor. 

“Oh… Ada tamu…” seru papa Eki seraya menutup pintu mobil.

“ Hehe… Udah pulang om…?” sapa Citra dengan ramah, kepada om hendri, papa Eki.

“ kita pulang dulu ya om…” ujar Fira yang memegangi tas selempangan putih di bahunya.,
Eki yang sejak tadi hanya terdiam, langsung mengucapkan salam perpisahan bersamaan dengan papanya.

Setelah Fira dan Citra lenyap dari depan rumahnya, Eki dan papanya kembali ke dalam. Papa Eki memang perhatian pada Eki, maklum lah, ia ini satu satunya peninggalan almarhum sang mama. Waktu terus berjalan. Selepas solat maghrib, Eki dan papanya mengobrol sedikit tentang sekolah Eki sambil nonton tv. Karena malem minggu, jadi Eki tidak belajar, dan tidak pernah ada orang yang mengetok pintu untuk mencari Eki, apalagi cowok.

“Oh ya, ki…” papa Eki meletakkan gelas kopinya di meja sambil menonton lawakan favorit mereka. 

“Kayaknya hari senin besok papa harus pergi keluar kota nih ki” papa Eki berbicara sedikit santai.

“ Berapa lama pa?” tanya Eki tak lepas dari layar tv dan nyengri-nyengir sendiri.

“ yah… kira-kira sebulan dua bulan.”

“Hah!!! Busyet… Gag salah pa?” kali ini mata Eki adadi depan mata papanya. “Terus, Eki mau di rumah sama siapa pa? mbok pi kan lagi nungguin anaknya yang lagi sakit” mbok pi adalah orang yang merawat Eki sejak kecil.

“ Kamu di rumah sama tante mira aja…” papa Eki ragu, seakan tau apa yang aka dikatakan Eki.
Spontan Eki berteriak enggak. 

“Eki benar–benar tidak suka kalok di rumah bareng tante mira” 

“tapi, siapa lagi coba saudara kita yang di bandung? Cuma tante mu itu…” papa agak merayu Eki.

“ hem…” Eki sedikit berfikir . dia benar benar lupa akan tontonannya itu.” Kalok enggak Eki ngekos aja deh pa?” tiba tiba Eki mengusulkan hal yang dulu pernah ditolaknya. Langsung saja papanya bertanya “ yang bener, dulu ditolak...” 

“ Yah… daripada sama tante mira, mau jadi apa anakmu ini pa?” 

“ ya jadi anak papa lah…” papa mencoba menghibur Eki yang dari tadi cemberut. “Beneran nih, Eki mau ngekos aja?” papa meyakinkan lagi.

“ Ih papa,ya iya lah… Eki mah bakal lebih baik ngekos bareng Citra pa…” Eki berkata penuh keyakinan.

“Ya udah kalok kamu yakin. Besok papa anter kamu ke sana”

Eki lega mendengar perkataan papanya, jadi ia tidak perlu banyak berkata-kata untuk meyakinkan papanya, bahwa ia tidak ingin, benar-benar tidak ingin jadi apa yang selalu dipakasakan oleh tante mira padanya. Dengan perasaan lega, ia pun dengan santai melanjutkan menonton TV. Eki dan papanya tertawa-tawa melihat tokoh favorit mereka memainkan adegan lucu. Jam setengah 9 malam, Eki pergi dari bangku coklat tempatnya bersemedi selama nonton TV. Begitu pula dengan papanya. Sebenarnya papa Eki tidak langsung tidur, mungkin mengerjakan tugas kerja atau apa sajalah yang harus dikerjakan. Sedangkan Eki, ia tak sanggup menahan mata 5 watt-nya melebihi angka 10.

***

Kesokkan paginya, di hari minggu, cuaca terlihat cerah. Matahari menguning di ufuk timur. Menebar warna kuning yang semakin lama semakin hangat. Tepat pukul 9 pagi, Eki belum beranjak dari tempatnya melempar lelah. Masalah solat subuh, Eki terbiasa solat awal waktu, setelah itu, kembali lagi ke mimpi indah. 

Sinar kuning mulai merambah melalui jendela kamar Eki. Matanya yang kecil mulai tebuka, menuntunnya menuju meja makan. Mata Eki tertuju pada secarik kertas di sebelah piring putih . 

“papa ke kosan Citra dulu ya… daftarin putri papa ini dulu” Eki membaca kertas itu. “ Hah… papa, ‘mendaftarkan’ kek mau sekolah aja” gumam Eki sambil cengingisan.

“sarapan sendiri deh…” gigi kelinci yang tadi terlihat jelas, kini bersembunyi lagi ketika Eki mulai mengambil nasi goreng di depannya. Selesai sarapan Eki langsung saja nongkrong di depan tv menonton anime yang paling ia sayangi ‘BLEACH’ . Jam menunjukkan pukul 11.00 WIB, anime kesayangan Eki telah berganti dengan acara tv lainnya.

“Huh…bosen! Mau ngapain ya?” Eki memencet-mencet remot tv mengganti-ganti chanel.

“ Papa pasti langsung ke kantor, eh… Ini kan hari minggu, masa ke kantor. Aku telfon aja kali ya?” gumam Eki pada dirinya sendiri.

Eki langsung mencari-cari handphonenya. Tepat di bawah bantal coklat itu handphone Eki bersembunyi. Belum sempat Eki memencet nomor papanya, terdengar suara mobil sang papa.

“ Akhirnya pulang juga” kata Eki berlari ke depan .

“Hey Eki… !” kedua sahabat Eki tersenyum ceria.

“ Tadi papa ke kosannya Citra, terus papa ajak dia kesini, eh…Citra juga nyaranin untuk ngejemput Fira juga…” Fira dan Citra nyengir bersama.

Eki dan papanya mengajak Fira dan Citra masuk ke kamar Eki. Papa Eki membiarkan putrinya leluasa mengobrol dengan kedua sahabatnya.

“ nanti, jam 5 papa anter kamu ke kosan ya sayang…sekalian papa juga mau berangkat”

“ katanya besok senin pa?” kata Eki bingung

“senin dah langsung rapat, jadi papa berangkat nanti sore” jelas papa Eki, lalu pergi.

Fira dan Citra sudah masuk terlebih dahulu daripada pemilikinya.

Eki, Fira dan Citra mengemasi barang-barang Eki. Selepas solat ashar, mereka pergi ke tempat tinggal baru Eki. Karena Eki baru di kosan, Fira dengan senang hati bersedia menemani malam pertama Eki di kosan. Jadi, papa Eki menderukan mobilnya ke arah rumah Fira terlebih dahulu.

***

 Ternyata tidak hanya Eki saja yang menjadi penghuni baru di 2KRS, yah… begitulah anak-anak kos di sini menyebutnya. 2KRS ini merupakan singkatan dari kosan kayak rumah sendiri. Sipapun orangnya, pasti betah ngekos di sini. Biayanya murah, fasilitas ada. Uh… pantes aja ada juga anak baru yang masuk 2KRS. Untung masih ada 2 kamar tersisa di sana. Jadi Eki tidak perlu khawatir.

 Di 2KRS, mereka berhak melakukan apapun hal yang mereka mau. Asal jangan membawa teman perempuan bagi laki2 untuk masuk ke kamar mereka, dan begitu pula dengan anak perempuan. Tapi, si pemilik kos ini sudah menyediakan tempat yang lebih istimewa dari kamar untuk bemain. Taman, yah… di tempat yang berlanrtai rumput hijau, tanaman-tanaman indah menghiasi setiap meja yang ada di keempat sudut tempat itu, ditambah lagi 1 meja di tengah tempat itu. Matahari yang menguning di arah barat menambah aroma sejuk di tempat itu. 

Di tempat itulah, pertama kalinya Eki menjumpai seorang cowok ganteng nan wibawa itu. Biasanya Eki, dan kedua temannya duduk di bangku yang ada di tengah taman sederhana namun elok itu. Tapi, saat itu ia melihat sesosok laki2 yang tak pernah ia lihat setiap ia mengunjungi Citra, duduk dengan buku sama persis dengan yang sering Eki baca.

“ eh, siapa lo?” Fira dan Citra agak terkejut. Pasalnya, Eki jarang menyapa orang dengan bahasa ‘gua-elo’ kecuali kalau ia benar-benar emosi.

Si cowok itu makin keheranan saja, ia juga tidak tau siapa Eki. Bahkan ia pun tak mengenal Citra sebagai penghuni 2KRS sebelumnya.

“ehm, gue anak baru di sini,” si cowok tampan itu menoleh ke arah Eki menunjukkan wajahnya yang rupawan.

“ em, maaf namanya siapa ya?” Citra penasaran dengan cowok ini.

“ nama saya Henki” 

Mendengar hal itu, Eki kaget, Henki ngomong gua ke Eki dan saya ke Citra, ia berfikir apa yang akan dikatakan Henki pada Fira.

“ oh… Henki, saya Citra, nak kos di sini, ini teman saya Eki, dia juga baru di sini, tapi dia udah sering main ke sini.” Jelas Citra pada anak baru itu. Ia hanya mengatakan ‘ o…’ saja. Sedangkan Eki dengan tangan yang dia lipat di atas dadanya, diam sambil cemberut, tak menyangka kedua temanya akan seakrab itu dengan Henki yang menurutnya rese’.

“em… Henki ya? Kenalin aku Fira, temennya Citra dan Eki,” Fira dengan tampangnya yang sok manis mengulurkan jemarinya yang indah kearah Henki. Henki menyambutnya dan tersenyum.

“ udahan kenalannya, sekarang lo pindah!” bentak Eki kepada Henki. Fira yang dari tadi sangat antusias untuk berkenalan menyiratkan wajah tak enak ke arah Eki.

“ idih, siapa elo ya, nyuruh-nyuruh gue pindah!” Henki ternyata bisa nyolot juga.

“ ya…” Eki agak kehilangan kata-kata.  “ ini tempat duduk kita selama ini.” lanjutnya seadanya.

“ya kan duluan gue” Henki menantang

“Eki yang dicegah oleh kedua temannya pindah ke bangku di pojok kiri dari tempat duduk Henki.
“ aku boleh duduk di sini aja gak?”  

Belum sempat Henki menjwab, Eki sudah menyambar tangan Fira ke arah meja yang mereka tuju. Setibanya Eki, Citra dan Fira di kosan, mereka belum memasuki kamar Eki. Eki mengeluarkan buku yang sama dengan yang dibaca Henki. Eki sudah mengulangnya hamper 5X, tapi ia tidak ada bosannya untuk mengganti dengan yang lain. Udah jodoh kali ya…!

Citra mengamati buku Eki.

“ ada pa si cit, kek gag pernah ngeliat aku bawa buku ini aja” Eki rada penasaran. Si cantik Fira, sejak tadi asik memandangi si ganteng yang duduk di sebelah kanan agak jauh darinya.

“ ehm… mirip ya, sama yang dibawa Henki..” 

Mendengar kata Henki, Fira langsung terpusat kepada kedua temanya.
“ apanya sih?” 

Tak sempat dijelaskan oleh kedua temannya, hujan turun sedikit demi sedikit. Eki, Citra dan Fira berlari ke dalam. Begitu pula dengan Henki. 

Ternyata, kamar Henki dan Eki sebelahan. Eki mulai memasuki ruangan bercat cream yang ukurannya sekitar 4*4 meter itu sambil tersenyum sinis kepada Henki ketika si cowok itu melirik ke arahnya.

***

Keesokkan harinya, hari pertama masuk sekolah, hari pertama Eki dan Henki  menjadi keluarga dari 2KRS. Tidak salah-saah, ternyata di sekolah mereka juga sekelas. Entah kebetulan, entah bagimana. Kabarnya sih, si Henki juga menyukai hal yang sama dengan Eki, yaitu dunia tulis menulis. 

“ uh… Setelah tetanggaan kamar sama cowok tengil itu, sekarang sekelas lagi.Mana dia juga suka buku yang sama ama aku! Uh… betapa malangnya hidupku…!” bicara Eki saat keluar kelas itu, menujukan kalau dia sedang jengkel. Kali ini, Eki berjalan hanya berdua dengan Citra, sedangkan Fira, ia sedang sibuk dengan kegiatannya sebagai sekertaris osis.

“ kamu jangan gitu dong ki, yah… ambil sisi positifnya aja” Citra berkata santai. Jilbab putih segi empat yang dilipat jadi segitiga itu, menempel rapi di wajahnya.

“ emang ada ?” sekarang nada bicara Eki agak sinis. “ yang ada hidupku bakal lebih buruk lagi” ia buru-buru menambahkan sambil mengangkat-angkat tangannya layaknya pak bupati yang sedang kampanye.

“ hush, jangan lebai gitu deh!” Citra menyenggol lengan Eki. “ ya, stidaknya kamu punya saingan sekarang” lanjut Citra setelah sampai di kantin, sambil mencari tempat duduk. Kantin di sini memang ramai, tapi tidak pernah penuh. Yah, setidaknya masih ada 1 atau 2 bangku yang kosong. Kantin sekolah Eki memang besar dan bersih. Penjualnya juga ramah-ramah.

Mendengar kata saingan yang dikatakan Citra tadi, Eki langsung berteriak ‘tidak’. Untung ada Citra yang menenangkan Eki. Melihat sekelilingnya, Eki pun menjadi salah tingkah. Langsung saja ia duduk di mejanya.

“ bu! Sotonya 2 “ Eki memesan makanan dengan rasa malu yang masih menempel di wajahnya.
“ es-nya juga 2 ya bu!” Citra melengkapinya.

Sementara soto dan pasanganya belum ada di atas meja, dan Citra yang sedang melamun kelaparan, Eki berfikir. Ia benar2 memikirkan kata ‘saingan’ yang menurut semua orang itu biasa saja.

“makasih bu!”kata Eki dan Citra ketika soto dan es diletakkan di meja mereka.

“sama-sama” jawab si ibu kantin berkerudung coklat dan pawakannya yang lansing itu sambil lalu.

“cit,” Eki memegangi 2 sendok di tangannya saat ia mulai menyeruput mi putihnya. “ maksudnya saingan itu kek gimana cit? apa aku harus berantem ma dia gitu?” 

“ itu artinya, kamu bisa lebih mngekploitasi bakat kamu, dan kamu akan lebih berkonsentrasi juga bekerja keras untuk bakatmu itu. Itu karena kamu gag sendiri” Citra menjelaskan panjang lebar. Pengetahuan Citra memang bisa dikatakan bagus.

“ itupun kalau kamu gag mau kalah sih sama si Henki, yang kamu bilang tengil itu.” Kali ini Citra menirukan gaya Eki saat mengatakan kata ‘tengil’.

“ jelas aku gag mau kalah dong…” Eki bersemangat sekali.

“tapi jangan lupa, bersaing yang sehat” Citra membubuhi hal yang paling penting menurutnya.

“sip bos…!” Eki mengangkat jempolnya dan tersenyum manis. Membenahi poninya dan mengusap keringat kepedesan. Ia terlalu banyak menambahkan sambal. Rambutnya tetap rapi bersama ikat rambut orange pemberian papanya sebelum keluar kota.

Eki memesan es 1 gelas lagi, sementara Citra masih menikmati sotonya yang tanpa sambal.

“ kepedesan ki?” Fira duduk di sebelah bangku yang sedang ditinggal penghuninya yaitu Eki.
“ hehem” sahut Eki tanapa menoleh.

“kebanyakan sambel sih” Citra meledek. “gag makan kamu fir?”

“udah tadi bareng sama anak2 osis lainnya” Fira menjawab saat Eki duduk sambil meminum es yang baru ia bawa dari dapur ibu kantin.

“ oh ya ki, ada kabar bagus nih buat kamu,” Fira tersenyum manis di depan Eki. Rambutnya hitam bergelombang, serasi dengan kulitnya yang putih.

“ apaan?” Ekipun terlihat semangat sekali.

Citra juga ikut menyimak. Matanya menatap penuh harap ke arah Eki saat Fira mengatakan akan ada lomba cerpen nasional. Tidak perlu banyak berfikir, Ekipun meng-iyakan permintaan kedua temannya untuk mengkuti lomba tersebut.

Tet…tet..tet… bel berbunyi 3X yang artinya waktu istirahat usai. Eki dan kedua temannya kembali ke kelas. Kebetulan hari ini pelajaran pak minto, guru bahasa Indonesia, pasti pak minto akan menyampaikan hal yang sama dengan yang disampaikan Fira. Eki tidak salah duga, benar sekali pak minto benar-benar mengumumkan hal itu, dan alangkah kagetnya Eki, saat ia tahu bahwa hanya ia dan Henkilah yang bersedia mengikuti lomba tersebut. kabarnya sih, si Henki pernah juara 2 lomba cerpen tingkat kabupaten di sekolah lamanya. Henki akan menjadi lawan yang sangat berat bagi Eki. Sempat Eki merasa berputus asa, tapi, berkat dorongan penuh dari kedua temannya, Eki pun bersemangat. Sementara Henki tersenyum sinis ke arah Eki dari 2 bangku di sebelah kiri Eki duduk.

***
Eki telah menghabiskan waktu seminggu di 2KRS hanya bersama laptop kesayangannya. Entah apa yang ia tulis, tapi sepertinya ia benar-benar yakin akan menang diperlombaan kali ini.
Jari-jari kecil Eki menari dari huruf yang satu ke huruf yang lain. Wajahnya mengerut, mengangkat alisnya yang tipis. Sesekali ia berhenti untuk berfikir. 

“lagi sibuk ya?” suara di belakang Eki membuyarkan pikirannya tentang apa yang akan ia tulis. Ide ceritanya menari-nari di luar otak hingga sulit Eki tangkap lagi.

“ngapain sih lo? Ganggu orang aja!” gadis manis ini membentak Henki, cowok tampan yang tersisa di 2KRS. Pasalnya, semua penghuni kos sedang mudik alias pulang kampung, dan saat ini, hanya tersisa 2 manusia itu. 

“gue lagi boring ki !” tidak biasanya, cowok super ganteng ini menyapa Eki dengan lembut dan ramah. Aroma kegantengannya makin tercium kalau ia bertingkah baik. Seperti saat ini.
Eki buru buru menutup laptopnya, khawatir kalau ide cemerlangnya yang sempat melayang di udara itu dirampas oleh cowok satu ini.

“gue gag bakal nyuri ide lo. Tenang aja.” Henki tersenyum manis ke arah Eki yang cemberut dari tadi.

“ tumben, lo baik sama gue?” Eki mencoba melembutkan suaranya.

“gue tuh sebenernya baik ki, cuman lo nya aja yang sinis ke gue, apalagi pas pertama metemu, yah… seenggaknya ini untuk mengganti pertemuan pertama kita lah.” nada bicara Henki makin terasa asik didengar. 

“ya sorry deh, abisnya elo main duduk di tempat orang si”Eki mengadakan pembelaan.

“ya gue kan anak baru ki, maklumlah…” senyumnya kembali menghiasi wajah tampannya. Hidung mancungnya, menyadarkan Eki betapa ganteng cowok dicdepan matanya itu.

Obrolan Eki dan Henki semakin lancar. Komunikasi mereka semakin baik. Bahkan mereka sempat menonton anime kesayangan Eki, dan ternyata juga disenangi oleh Henki. Bleach, anime yang semakin mempersatukan dua sejoli ini. Dan ternyata tidak hanya sekedar ngefans  sama animenya saja, Henki bahkan telah menulis kurang lebih 35 fanfic (fans fiction) tentang bleach. Hal yang makin memperakrab Henki dan Eki. Tapi ternyata keakraban mereka berdua itu hanya berlaku di hari minggu itu saja. 

Senin pagi, penghuni 2KRS sudah menghuni kamarnya masing masing, dengan kesibukkan masing masing. Tapi, tanpa disadari oleh Citra, Eki sempat menyelipkan sepenggal senyum untuk Henki saat jalan ke sekolah. 

Hingga suatu pagi, Eki gempar di kamarnya.

“ki… ki… kenapa?” Citra mengetuk pintu kamar Eki, khawatir. Henki yang juga merasa khawatir dengan keadaan di sebelah kamarnya pun keluar dengan bingung.

“ada apa cit ?” Henki bertanya pada Citra yang juga tak tau apa-apa. Dan praktis saja, Henki hanya mendapat bahu Citra yang terangkat dengan cemas. Henki dan Citra yang sama-sama khawatir, mengetuk-ketuk pintu kamar Eki. Mereka tak pernah tahu kalau Eki punya masalah.
Cekrek !!! 

Pintu terbuka. Eki yang baru membuka pintu kamarnya, keluar dengan muka masam yang selanjutnya dihujani beribu-ribu pertanyaan dari Henki dan juga Citra, karena hanya mereka berdua yang tersisa di depan pintu kamar Eki.

“flashdiskku hilang…” Eki terlihat sangat panik.

“kamu bisa pakek flasdisk aku kalau kamu mau” dengan santai, Citra menawarkan bantuan ketika Henki barusaja mencobanya. Terpaksa Henki harus menutup kembali mulutnya.

“gag bisa, masalahnya ada cerpenku di dalemnya. Aku gag bikin salinannya di laptop” Eki menjelaskan terbur-buru dengan sesekali melirik arlojinya.

“kok bisa?” Henki berhasil mendahului Citra. Eki tak menjawab. Ia mengernyit. ‘harus mengulangi lagi’ batin Eki. Ia menenteng tas punggung warna birunya dengan ogah-ogahan. Henki dan Citra menatapnya penuh peduli.

“tunggu ki” Henki dan Eki menoleh kearah ibu kost yang sebenarnya memanggil Eki. Citra tertawa. Begitu pula dengan Fira yang ikut main ke 2KRS. Hingga saat wajah cemberut rki melototi mereke, mereka baru berhenti tertawa. Rona merah terlihat jelas di pipi Henki ketika ia menatap wajah Eki.

“iya bu, ada apa?” Eki bingung, berjalan mendekati ibu kostnya.

“ini tadi ibu menuin ini di depan kamar kamu. Takut hilang, jadi ibu simpen” ibu widi member buku jilitan warna kuning yang Eki pun tidak tahu punya siapa. ‘makalah’, pikirnya sebelum menerimanaya. 

“makasih ya, bu” Eki berkata sopan dan mengambil pemberian ibu kostnya itu. Memang seperti makalah, tapi diatasnya tertulis ‘CERPEN’ besar dan tepat di tengahnya. Eki berjalan memasuki kamarnya dan membolak-balik buku berisi cerpen itu. Rasanya ia belum sempat menjilid cerpennya sampai tadi pagi, saat ia kehilanagn flashdisknya. Tapi, entah milik siapa cerpen itu. Isi cerpennya mirip sekali dengan milik Eki. Sama-sama menceritakan tentang kehidupannya setelah bertemu Henki. Hanya saja…

Dret… dret… dret… 

Lamunan Eki akan hal satu tahun yang lalu buyar, saat handphonenya bergetar di sofa coklat ruang keluarga, tempatnya memandangi foto masa SMAnya. Ia meraba-raba sepanjang sofa, hingga meraih handphe putihnya.

“halo…!” suara Eki lembut dan bersemangat.

“happy universery honey…!” suara ceria dari balik handphone itu membuat Eki tersenyum-senyum. Suara lelaki yang pernah dikatakan tengil dan lelaki yang menyatakan cintanya lewat cerpen setahun yang lalu disambut dengan suara indah dan senyum bahagia Eki.

#End

Tidak ada komentar:

Posting Komentar