UA-64251474-1

Jumat, 01 Oktober 2010

KU BERNYANYI UNTUKMU

Hari ini adalah kali ke 17 aku berkeliling taman ini. Tempat penantianku selama ini. Seseorang yang kunanti selama 17 hari di bulan ini, tahun ini, belum juga ku dapati dirinya. Tapi aku yakin, ia akan menepati janjinya, dan aku yakin, dia tak mungkin lupa dengan bulan akhir penantian. Menunggunya kembali setelah 2 tahun 3 bulan kulalui dengan menanti.
Jam 15.00 WIB, udara taman komplek rumahku terasa dingin. Rupanya langit sedang mendung. Dedaunan melambai tersentuh angin sore. Rambut cepakku juga ikut bergoyang. Terasa sunyi taman ini. Tapi aku tak  ingin hatiku sesunyi dan semendung hari ini. Aku yakin kan temukan hal yang ku cari hari ini. Meski tak tau kapan akhir penantian, tapi aku yakin ini kan segera berakhir.
Benar saja, sepertinya awan hitam di atasku tak menggelapkan suasana hatiku. Hari yang kutunggu, kini hadiri hidupku. Penantianku usai. Tapi rasanya, aku sedikit terlambat datang kemari. Di ujung jalan ini, ditengah-tengah pagar rumput , mataku menangkap sesosok yang berjanji padaku. 2 tahun 3 bulan telah ku lewati untuk menantinya. Ia berjanji kan pulang bulan ini. Dan kutemui ia saat ini, dihari ke 17 di maret mendung ini.
“kak debi…” aku menyebut namanya spontan. Tapi nama itu tak sempat ku teriakkan sampai telinganya. Wajahku yang pernah dibilang ganteng olehnya, terasa mendingin, hati ku meleleh melihat mata berair  yang diusap jari oleh pemiliknya. Aku melihat jelas beberapa meter  dari bangku tempat duduknya. Ternyata tak sia-sia aku membawa gitar acousticku ini selama 17 hari berkeliling taman ini.
Jadi teringat waktu kak debi menyuruhku memainkan lagu pisces dari laruku, band dari jepang yang tak ku tau sama sekali apa maksud lagunya. Tapi kini aku tau lagu itu, dan aku siap bernyanyi untuknya. Saat air mata mengalir di pipi putihnya.
“ nakanaide…nakanaide…taisetsuna hitomi wo…” baru sebaris nada yang kumainkan dengan suara yang kupaksa mirip hyde dan lantunan gitar seindah tetsu, dia sudah menengok ke arahku. Dihapus air matanya dengan kedua tangannya karena  ku nyanyikan lagu pisces itu. Seketika ia berlari memelukku, adik kelasnya  sekaligus sahabatnya yang selalu menanti di taman ini.
Pelukan hangat dari kak debi membawa ku ke denting waktu masa laluku. 2 tahun 3 bulan lalu. Saat abu-abu putih masih menyelubungiku. Di hari aku harus mengucapkan selamat tinggal pada kak debi. Sungguh aku rela, kak debi lulus dari SMA. Tapi, itu membuatku tak bisa memandang wajah manis nan mempesona yang semakin manis saat ia tempeli dengan senyum.
“bagas….!!! Gue lulus..!!” kak debi  berteriak kegirangan di depanku. Aku ingin menyambut senyumannya, perlahan-lahan ku simpulkan bibirku untuknya.
“selamet ya kak!” ucapku dengan senyum yang benar-benar ku paksakan.
“ udah gue bilang, jangan panggil gue kak, kitakan seumuran gas!” kata kak debi benar. Aku dan kak debi memang seumuran, dan kami juga sempat sekelas sewaktu SMP. Hanya saja, sewaktu SMA, kak debi memilih akselerasi untuk hidupnya. Jadi masa SMA nya memang hanya terlewat selama 2 tahun saja. Sejak saat itu, kata ‘kak’ selalu mengiringi kata ‘debi’. Awalnya sih hanya untuk becanda saja, tapi lama kelamaan jadi kebiasaan. Kita bisa karena bisa, bukan begitu?
“ ya…senggaknya gue menghormati yang lebih tua gitu” keceriaanku mulai kuluapkan. Aku ingin bahagia sepenuhnya menyertaiku dan kak debi  siang itu. Matahari yang membakar kulit, hampir tak terasa oleh kami. Semuanya terbias kebahagiaan.
Langkah  beiring tawa menyambut udara siang ditaman komplek rumah kami yang menjadi tempat terfavorit bagi kami sejak SMP. Semua obrolan, canda tawa terluap saat itu. Rasanya tak ingin tersisa walau setetes.
“kak debi…”
“DEP!!!” sahut kak debi langsung. Sepertinya dia benar-benar tak ingin ku panggil kak.
“ iya deh…abis ini, mau ngelanjut ke mana , deb?”  kali ini aku merasa kembali ke SMP, memanggilnya tampa embel-embel kak yang menyertai.
“em..kemana ya? Ke teknik pertambangan ITB kali ya…” kak debi mengucapkan hal serius tapi tampangnya becanda. Rupanya keceriaan karena lulus masih terukir di wajah itu.
“wah…..bakal ninggalin lampung dong…” mataku sedikit melotot, tapi aku tetap tak ingin menghapus senyumku. Sulit untuk membuat senyum semanis ini.
“ jangan khawatir….!” Kak debi menepuk bahuku dengan senyum. “ gue pasti kembali kok!”
“ aku…pasti kembali….” Kunyanyikan lagu milik pasto itu. Yah..maklumlah kalau aku suka bernyanyi. Aku dan kak debi pernah menjadi vokalis band sekolah waktu SMP, dan itu masih kujalani sampai SMA ini, hanya kak debi saja yang tidak meneruskan bakat, sibuk katanya.
“ aduh TTM, tiba tiba mules… hehehe”  canda kak debi mulai muncul.
waw… sah…!” kata-kata khas lampung ku ucapkan untuk meledek kak debi. Ia pun hanya tertawa.
“ eh…lok ngaku vokalis handal, coba nyanyiin lagu pieces punyanya laruku…” kak debi memang suka menentangku. Meragukan keahlianku saja.
“yang mana tuh? Gue lom kenalan ma vokalisnya, jadi kurang tau. Kalok lagu orang cantik kek yui baru gue tau”
“kalok gue kan taunya lagu-lagu orang ganteng kek laruku..” ajang sindir mneyindir telah di mulai. Semenjak masuk SMA ini, kami memang tergila-gila dengan lagu-lagu jepang.
“ lah…gag tau gue…” akhirnya akupun menyerah. “Berbangga hatilah kak debi atas kemenanganmu” gumamku padanya.
“ ugh….debi dilawan” lagaknya yang seperti anak kecil terlihat sudah.
Tak terasa, hari ini terlewat sudah. Cahaya kuning matahari terlintas diantara dedaunan taman.  Aku membonceng kak debi dengan motor  vixion hitam milikku. Corak merahnya serasi dengan ikat rambut yang digunakan kak debi untuk mempersatukan rambut lurusnya.
***
Minggu pagi, aku senam di teras depan. Badanku yang bisa dibilang kerempeng, lok dihitung dengan tinggi badanku yang mencapi 178 cm ini (eits……tapi aku enggak kurus-kurus amat loh..!!!), ku gerakan ke kanan, ke kiri. Wajah tanpa jerawat, ku ayunkan kesamping kanan dan kiri. Yah…sepertinya aku layak disebut cowok ganteng.
Gerakanku terhenti. Mataku tertuju pada suara getar handphoneku.
“halo ! ada apa kak?”
“ eh…gas, cepetan ke taman ya, gue tunggu lo disini. Cepetan,.”
“a…”
‘klik, panggilan terputus’  dasar kak debi, matiin telfon sesukanya dewe, gumamku pada handphone di tanganku. Eh..tunggu dulu, tadi kak debi enggak marahkan, pas aku panggil dia kak? Wah…kali ini panggilan kak ku diterima. Aku tersenyum senyum sendiri memikirkan itu.
Namanya  juga taman komplek, jadi deket dari rumah, dan kuputuskan untuk berlari saja kesana. Yah…hitung-hitung mengurangi polusi lah…! Tapi, ada apa ya, kak debi menyuruh ku ke taman pagi-pagi gini? Biasanya juga siang atau sore jam 3. Ngajakin jogging kali. Ah..tumben amat tu anak ngajakin jogging, pikirku sambil berlari.
“ hei….!” Aku mengagetkan kak debi dengan napas tersengal sengal. Ternyata capek juga lari 100 m.
Aku heran saat menemui kak debi. Ku kira mau mengajakku jogging, tapi kok  pakaiannya rapih gitu, kayak mau pergi aja, pikirku.
“eh..duduk sini gas, gue mau ngomong penting nih ke elo” wajah kak debi memang tak pernah bisa serius. Begitu-gitu saja. Selenge’an. Begitulah bahasaku.
 “penting apaan?” napasku masih tak keruan.
“makanya duduk dulu sini!” wow…kak debi ternyata bisa sewot juga. Untuk mencegah emosi mewabah, aku duduk saja disampingnya. Lagi pula aku juga masih ngos-ngosan.
“gini gas,” sepertinya ini adalah saat yang serius, mata kak debi tak mampu manatapku. Pandangannya terfokus pada tangannya yang usil dengan jemarinya.
“gini gimana?” aku mencoba memecahkan keheningan.
“ya nti dulu, gue kan lagi mikir” kak debi memang tidak bisa serius.
“ ya udah… gimana…gimana…?” aku mencoba mengeluarkan wajah seriusku..
“ gini gas” gini lagi, ucapku dalam batin.
“he’em..” aku memandang kak debi yang hanya menunduk. Kak debi sudah seperti orang mau menyatakan cinta saja.
“ gini gas, “ kak debi mengulangnya sekali lagi.  “gue kan mau kebandung tuh,” kali ini ternyata ada lanjutannya, dan mata kak debi sudah muncul di hadapanku.
“ terus?” Tanyaku yang sudah tau kalok kak debi bakal ke bandung sore itu.
“terus,  orang tua gue mau ikutan pindah ke bandung, katanya gag tega ngebiarin gue disana sendiri”
“jadi, apa masalahnya” aku belagak santai.
“ ya, gue gag bakal pulang ke lampung untuk waktu yang lama” nada bicaranya lantang dan cepat, layaknya kereta express.
Sebenarnya aku sedih juga akan hal itu. Tapi aku mencoba untuk tersenyum. Aku jadi teringat lagu good bye days dari yui, lagu kesayanganku. Rasanya ingin kunyanyikan, tapi ternyata kak debi sudah mulai lebih dahulu.
“oh goodbye days ima kawaru ki ga suru kinou made ni so long…” sepertinya kak debi hanya hafal lirik di reffnya saja. Buktinya langsung mulai ke reff.
“kako yokunai yasashisa ga soba ni aru..kara…” aku menjutknnya.
“lalalala lala with you..” kami nyanyikan itu bersama.
Konser lima menit terdengar di taman itu. Kami memang tak tau malu, pagi-pagi, masih rame orang jogging, eh…malah nyanyi-nyanyi. Di ujung lagu, kami saling bertatapan, dan bersenyum.
“ mau berangkat kapan lo?” aku berusaha berbicara tanpa menyebuit namanya sejak tadi.
“ya ini, abis ini jam sepuluh gue berangkat’
“yah…gue gag bisa nganterin lo deh”  kataku sedih.
“ gag papa kok” kak debi terlihat kecewa, tapi mau bagaimana lagi, sekarang saja sudah jam setengah 10.
“Sorry ya…” aku memasang wajah sedih yang dari tadi kusembunyikan.
“ya, gag papa.” Jawabnya lemas.
“ ya dah sono, nti ketinggalan pesawatnya” kataku dengan senyum yang biasanya ku berikan padanya. Kesannya memang mengusir sih, tapi biar tidak terlarut kesedihan saja.
“ ya dah, gue pergi dulu  ya… da…” aku menyambut lambaian tangannya.
Baru beberapa langkah ia pergi, sudah kembali ke bangku taman lagi.
“ada yang lupa,” muka humor kak debi muncul lagi
“ inget…lo belum nyanyiin lagu pieces buat gue” bisiknya padaku dengan nada sinis.
“oh..siiip dah…” kataku yang tak menyangka dia membisikkan hal itu. Masih ingat saja dia.
***
“ gue kira lo gag bakal dateng ke sini!” tangisnya sambil menepuk dadaku. Tepukan itulah yang membawaku terbang kembali ke taman ini untuk saat ini.
“ haha masa’ pergi meringis, pulang menangis” ledekku melepas pelukkannya, menenteng gitarku ke bangku hijau, tempat kak debi memaksa ku duduk 2 tahun 3 bulan lalu.
“makasih ya..”
“ya..!” balasku tanpa basa-basi, 2 tahun 3 bulan, ternyata tak mengubah kak debi sedikitpun. Tetap seperti yang dulu. SELENGE’AN. Tapi ku suka itu…! :D



The end

Tidak ada komentar:

Posting Komentar